Error 404: Validation Not Found

Listaa
Chapter #9

Bab 9

Suasana masih tegang saat mereka membuka ponsel dengan chat Bagaskara dan Pradana. Lelaki itu baru kembali sambil membawa piala dengan senyum lebar. Walau hanya juara 3, setidaknya telah memenuhi syarat untuk Elgio mau bergabung dengan mereka.

Pradana menarik Bagaskara untuk menjauh dari lapangan. Disusul oleh Griselda. Aradia yang melihat itu langsung ikut berlari dan buru-buru berdiri di sebelah Bagaskara.

"SHIT! Keenan tiba-tiba tau tentang chat kita, pas gue mau minta gabung."

Pradana menunjukan ponselnya. Wajah Bagaskara langsung terlihat tegang. Di chat itu tertulis jelas seperti ini:

Pradana20

Gas, gue boleh minta tolong ga, sih?

Ayah minta gue gabung volunteer, tapi gue lumayan susah buat bagi waktu antara itu sama dance.

Bisa masukin gue ke komunitas lo nggak!?

Ayah gue janji banget ini mah mau bayaris les vokal daripada karate.

Komunitas lo kan belum padat banget, ya? Gue juga nggak malu kalau harus latihan di sana.

Bagaskara

Sini aja.

Pradana20

Tapi nggak apa-apa, kan, gue gabung pake alasan ini?

Nanti tahu-tahu gue dijelekin lagi pas debut.

Bagaskara

Nggak lah.

Justru bagus, sih, kata gue buat pre-debut.

Gue juga gabung karena mereka sering dikasihanin. Pas orang-orang tahu kita bantu mereka, pasti dapet komen positif.

Manfaatin aja dulu.

Dia memang tidak pernah diizinkan bernapas walau sejenak. Kenapa masalah selalu datang, ketika dia tersenyum?

"Gue udah tanya dia dapat dari mana, tapi Keenan malah minta penjelasan langsung dari kalian," jelas Griselda.

"Siapa yang foto, sih? Keenan?" sungut Aradia.

"Laptop lo pernah ditinggalin di mana?" tanya Bagaskara.

Pradana tampak mengingat-ingat. "Gue jarang bawa laptop ke markas deng. Gue sering bawa tab. Tapi di foto ini, kayak laptop gue."

"Ah iyaaaa!" Pradana meringis. "Gue pernah tinggalin laptop nyala di markas. Kemaren."

Begitu pulang sekolah, sesuai yang Keenan bilang, mereka harus berkumpul di markas supaya lebih jelas. Markas tidak cerah seperti biasanya. Ruangan tampak gelap. Tidak ada yang saling sapa lebih dulu. Mereka seolah duduk sesuai circle.

Bagaskara, Pradana, dan Griselda duduk di sofa yang sama. Sementara Keenan dan Ilham duduk di depan mereka. Dan Aradia serta Nana masing-masing duduk sendirian di single sofa.

"Jujur deh. Lo dapet foto itu dari mana, Nan?" buka Pradana langsung. "Bejat banget yang diem-diem foto chat orang. Pelanggaran privasi namanya."

"Padahal gue butuh penjelasan kalian berdua." Keenan menyeringai. "Lebih penting asal bukti daripada perasaan gue, Nana, sama Ilham?"

"Lagian, Nan. Anak-anak yang masuk komunitas ini pasti ada tujuan, kan? Bukan gue doang. Kebetulan aja cuma gue dan Pradana yang ketahuan." Bagaskara mencari pembelaan. "Gue cuma ngomong sesuai fakta. Gue nggak ada maksud jelekin kalian. Emang lo ngga pernah gibah sama temen sendiri?"

"Gue juga punya tujuan!" Keenan menggulung lengan seragam jurusannya. "Tapi isi chat kalian terlalu rendahin orang gak punya kayak gue. Pantes lo gak bilang dulu ke gue kalau ada anggota baru."

"Karena lo pasti terima, kan? Biasanya gitu," jawabnya enteng.

Keenan menghela napas, menekan emosinya yang mulai naik. "Setidaknya lo tanya gue dulu. Meskipun cuma formalitas! Sekalian aja lo jadi ketua sana!" tekan Keenan, nada suaranya lebih tajam. "Nanti juga semua anggota penuh tuh sama temen-temen kaya lo itu."

"Gue terus bertanya-tanya. Kenapa kalian nggak bisa anggap gue? Kenapa gue dibedain? Kenapa gue dianggap gak sama kayak kalian?" suaranya pecah, nadanya tajam, penuh kemarahan yang lama terpendam.

Mereka semua terdiam. Keenan tertawa kecil lagi, tapi matanya tidak menyiratkan kebahagiaan sedikit pun. "Lo pikir gue nggak tahu? Lo semua pasti udah bikin rencana sendiri di belakang gue! Gue cuma jadi nama di atas kertas di sini, kan? Gara-gara gue dari SMK buangan?"

Napasnya memburu, suaranya semakin meninggi. "Lo nggak akan tahu rasanya! Komunitas ini awalnya kita bangun bareng, tapi tiba-tiba ada keputusan-keputusan yang gue nggak tahu!"

"Pantesan suara kita gak pernah didenger." Ilham yang bersandar di sofa melirik tajam mereka. "Sebenernya lo juga sama aja, Nan. Suara gue gak pernah didenger, karena paling miskin."

"Please. Ini udah kejauhan deh bahasannya!" lerai Aradia.

"Yaudah kita vote. Bagaskara sama Pradana harus keluar atau nggak." Keenan mengeluarkan kertas notes, melempar ke meja agar mereka mengambilnya sendiri. Keenan menatapnya sengit. Mata elangnya semakin menunjukan bahwa Keenan benar-benar marah.

Bagaskara mendelik. "Padahal lo juga manfaatin gue buat ikut lomba. Biar Elgio mau jadi mentor pxArtive."

"Jangan keluar konteks dulu!"

Lantas, Keenan mendesak mereka untuk segera melakukan vote. Griselda yang dari tadi diam saja menjadi pencatatan nilai. Energi gadis itu terlihat sudah terkuras dengan pertengkaran mereka. Begitu juga dengan Nana.

"1 suara out," jelas Griselda, menyimpan gulungan kertas notes terakhir di meja. Semua notes sudah terbuka. Dan memang hanya ada 1 yang menginginkan dia dan Pradana keluar.

"Gak ada yang mendingan," cuek Ilham. "Mending gue yang keluar."

Keenan menoleh. "Apa, sih, Ham!?"

Lihat selengkapnya