Error 404: Validation Not Found

Listaa
Chapter #11

Bab 11

Pradana sudah terkapar di kasur. Sementara Bagaskara masih menatap layar laptopnya. Dia baru selesai menyelesaikan tugasnya. Namun, tangannya malah asyik scroll foto sore tadi. Di sana, foto bersama komunitas masih terbuka. Jemarinya mengetuk-ngetuk bolpoin ke meja, sementara tatapannya berhenti pada sosok Griselda yang berdiri sedikit jauh di sebelahnya.

Griselda dan Fabian sodara?

Berarti gosip tentang Papa Griselda punya istri dua itu... Mamanya Fabian!?

Pikiran itu seharusnya terdengar tidak masuk akal, tapi... kenapa makin dipikirkan, makin masuk akal?

Selama ini, dia tidak pernah melihat interaksi mereka. Tidak ada panggilan akrab, tidak ada tanda-tanda kalau mereka punya hubungan keluarga.

Satu teori muncul di kepalanya. Apa Griselda gabung komunitas ini buat jadi mata-mata Fabian?

Ah, mana mungkin? Ditambah ada Elgio.

Namun, sikap Griselda justru kembali berubah. Gadis itu pelan-pelan mengabaikannya kembali, menjaga jarak. Pelan-pelan, tapi jelas. Sama seperti siklus sebelumnya: mereka canggung—blokir sosial media dan WhatsApp—jadi orang asing.

Bahkan, saat istirahat, dia tidak melihat Griselda menghampiri Lili ke kelas. Keduanya justru terlihat janjian bertemu di persimpangan.

Bagaskara dan Pradana duduk di meja kantin, menatap mereka dari jauh. 

"Griselda kenapa?" tanya Pradana. Tuh, kan. Griselda emang beda. "Lo ngapain dia pas nganter pulang kemarin!?"

"Gue nggak ngapa-ngapain! Malah hampir gak jadi." Bagaskara menghela napas. "Apa karena gue ketahuan ngikutin dia diem-diem padahal Griselda nggak mau dianterin?"

"Baru juga kenal." Pradana menatapnya kasihan. "Udah mau gagal aja."

"Gue sama dia sebenernya udah kenal lama!" jujur Bagaskara tidak terima.

Pradana langsung berhenti makan yoghurt-nya. "Hah? Kocak. Kenapa gak bilang? Pantes kalian lama-lama kayak udah kenal banget. Bahkan gue gak tahu Mifa, Mafa lo. Dan dia tahu."

"Mifa, Mafa?" Bagaskara mengernyit.

"Minuman makanan Favorit."

"Euh, bahasa abad mana tuh?" Bagaskara mengaduk semangkuk mie ayamnya lebih dulu. "Dulu, kita ada masalah."

"Masalah apa?"

Bagaskara menghela napas. "Gue nggak berani deketin dia. Terus—"

"Ah. Lo mah."

"Iya, gue cupu!" Bagaskara menatapnya sinis. "Gue lebih suka jahil buat kasih sinyal kalau gue suka sama dia. Tapi pas mau foto angkatan SMP, gue jailin-nya fatal. Dia lagi kena... suatu penyakit yang bikin dia malu. Terus gue comel ngeledek, sampai temen-temennya tahu."

Bagaskara bisa membayangkan panas siang hari itu di lapangan. Ketika mereka foto satu angkatan, Griselda berdiri di depan Griselda, lelaki itu selalu memainkan rambutnya yang masih panjang dan dikuncir dua dengan pita pink. Suasana mendadak berubah saat Bagaskara hanya bertanya, “Tumben lo masuk, udah gak wasir?”

Saat itu, dia belum tahu wasir tuh penyakit apa.

Pradana mendengus. "Dan sekarang lo takut nyebut penyakitnya?"

Bagaskara mengangguk. "Iya lah! Gue sama dia baru aja akur lagi!"

Pradana menyeringai. "Dan sekarang udah nggak akur lagi."

"Makanya, gue nggak mau kejadian dulu keulang. Kalau gue tiba-tiba samperin dia buat makan bareng sekarang, too much nggak?"

"Nggak lah. Samperin aja."

"Tapi dia lagi sama Lili masalahnya."

"Yaudah nanti aja."

"Tapi kapan lagi?"

Pradana menaruh sendoknya. "Gas. Ngaku! Sebenernya lo cerita gini, cuma buat cari validasi doang, kan? Lo tuh emang mau coba samperin Griselda, kan?

Bagaskara menyengir. Beberapa menit kemudian, dia sudah duduk di meja Griselda dengan semangkuk mie ayam. "Hai, Gris. Ikut, ya."

Lili diam-diam melirik ke arah lain saat Bagaskara sekilas meliriknya.

Bagaskara menyeruput kuah mie ayamnya. "Udah baca WA dari Keenan? Sore ini kita ada evaluasi."

"Gue nggak bisa dateng."

"Kenapa?"

"Ada janji."

Gak Aradia, gak Griselda.

"Gas? Gimana cara keluar komunitas?"

Bagaskara hampir tersedak. "Nggak bisa. Harus minimal 1 tahun gabung dulu."

Griselda akhirnya menatapnya. Tatapan yang sulit ditebak.

"Tapi lo udah tahu, kan?" Suaranya merendah. "Gue adik se-bapak sama Fabian."

Bagaskara menegang.

Griselda tersenyum kecil. "Gue nggak bermaksud apa-apa sebenernya, tapi anggota lain pasti marah pas tahu. Gue bisa aja jahatin lo."

Lihat selengkapnya