Error 404: Validation Not Found

Listaa
Chapter #12

Bab 12

Bagaskara menatap dinding kamarnya. Notes penuh tulisan target hidupnya menempel di sana. Ada yang kusut, ada yang mulai menguning. Tangannya meremas bolpoin. Dia merasa sudah terlalu lama bermain-main dengan hidupnya. Bukannya fokus cari uang, dia malah sibuk memulihkan citra namanya. Apa gunanya? Keluarganya butuh uang. Bukan reputasi.

Apalagi beberapa jam lalu, saat dia membawa Maminya ke klinik menggunakan motor Pradana untuk menemui Papinya dan Erigita, dia melihat wajah Papinya terdapat beberapa luka lebam.

Sebelum berangkat, ada sekelompok pemuda yang tidak sengaja menabrak mereka dan langsung kabur. Namun, untungnya, Erigita mengambil foto plat nomor mereka.

Sesaat dia keluar beli air minum lebih dulu, lalu dia kembali ke bangsal, Maminya berbicara dengan suara rendah, tapi cukup jelas.

"Kamu pinjam uang ke siapa? Jangan biasain pinjem uang."

"Ke Ibu Keenan. Langsung aku ganti," suara Maminya terdengar lelah. "Kayaknya aku mau pake uang kuliah Erigita dulu deh buat balikin modal. Dia masih lama kuliahnya daripada Agas. Nanti Agas bisa bantu biaya kuliah Gita setelah lulus. Dia pasti terus bantu Gita."

“Jangan jadiin anak investasi gitu. Nanti aku bisa cari lagi.”

Dada Bagaskara mencelos.

Lagi-lagi Erigita yang jadi korban.

Sejak mereka pindah rumah, dia sudah mulai sadar. Makanan semakin dikurangi. Tapi jatah makannya tetap terjaga. Uang jajan tidak banyak berubah.

Dia punya meja belajar, sementara Erigita cuma punya meja lipat plastik.

Dia masih dapat kesempatan kuliah, sementara Erigita bahkan belum tentu lanjut sekolah dengan tenang.

Begitu dia turun dari kamarnya, dia melihat Erigita sedang mengambil air minum di galon. Earphone lilac tersumpal di telinganya, kepalanya sedikit mengangguk-angguk.

Tapi bibirnya pucat.

Bagaskara langsung menarik kabel earphone itu. Seketika, suara materi latihan TOPIK Korea terdengar dari saku celana Erigita.

"Kamu lagi sakit?"

Erigita merengut. "Gak ada kata sakit buat anak terakhir."

"MUKA LO UDAH PUCET! Bisa nggak stop belajar dulu?"

Erigita mendongak tajam. "Emangnya kalau gue stop belajar, lo mau gantiin posisi gue?"

Bagaskara terdiam.

"Gue di sekolah tertinggal, Bang," lanjut Erigita, suaranya mulai bergetar. "Gue harus berusaha lebih keras secara mandiri buat dapat pendidikan setara kayak lo. Gue harus cari info sendiri, belajar sendiri, buat persiapan pergi ke luar."

Bagaskara mengerutkan dahi. "Ke luar?"

"Iya! Gue muak di rumah! Gue mau pergi sejauh mungkin!"

Kedua tangannya mengepal di sisi tubuhnya. "Di sini, gue selalu jadi pilihan terakhir. Gue udah dibuang sama keluarga gue sendiri! Apa salahnya kalau gue punya impian buat kabur? Lo gak akan ngerti, sih. Hidup lo enak. Mau apa aja diturutin."

Bagaskara menggeleng. "Gue juga gak minta kalau hidup kita harus dibedain."

"Tapi lo udah sadar, kan? Gue dibuang ke sekolah itu gara-gara lo, Bang! Bahkan, uang pendidikan gue aja lebih milih dipake buat biaya ini itu!"

Suara Erigita pecah. "KENAPA GUE YANG HARUS SELALU NGALAH? GUE CUMA PENGEN BELAJAR DENGAN TENANG TANPA MIKIRIN UANG BUAT BELI BUKU DAN LAINNYA!"

Bagaskara mengatup rahang. Napasnya mulai sesak.

"Lo nggak ngerti betapa susahnya gue nabung buat beli satu buku doang," lirih Erigita.

Bagaskara mengepalkan tangannya. "Seenggaknya lo bilang gue. Lagi butuh buku apa sekarang? Gue beliin sini!"

Erigita mendengus. "Lo gak akan bisa beli."

Mata Bagaskara menyipit. "GUE BISA!"

"Kasus lo tuh urusin dulu. Daripada buat orangtua lo malu."

BRAK!

Lihat selengkapnya