Griselda buru-buru mendatangi kamar Fabian, membukanya kasar, tatapannya penuh api kemarahan. Fabian sedang rebahan sambil main Valorant. Lelaki itu masih tersenyum. “Hai, Gris. Mau main bareng?”
“OGAH!” Griselda meniru slogan Bagaskara.
Fabian tersenyum miring. “Gimana rasanya bisa deket lagi sama Bagaskara?”
“Lo playing victim banget tahu, gak!? Kenapa lo tag Bagaskara?”
“Lo mau bela dia?” Fabian berubah duduk di tepian kasurnya. “Kenapa lo nggak bela gue?”
“Karena lo salah!”
“Kenapa kalau gue salah? Lo adek gue. Lo harus bela gue,” kata Fabian. “karena lo suka Bagas?”
“DIH?”
“Kenapa lo nggak tanya alasan gue apa, sampai buat keributan ini?” tanya Fabian lirih. “Kenapa lo selalu pandang gue negatif?”
“Karena lo anak selingkuhan!”
“Lo selalu jaga omongan kalau ke orang lain. Kenapa lo nggak jaga omongan ke gue juga? Gue bisa sakit hati.”
“Gue lebih sakit hati. Lo pantes dapet ini.”
“Ibu gue sama Papi yang salah. Kenapa lo nyalahin gue?”
Griselda tersenyum miring. “Karena lo caper. Lo sabotase portfoloio Elgio, sama kayak lo ke Bagas dan omnya!”
“Keluarga Bagas duluan, Gris.” Fabian berdiri. “Gue nggak pernah punya keluarga, tapi pas gue merasa punya orang yang bisa gue andelin, mereka malah hancurin itu.”
Griselda terdiam.