Dayanara dan kawan-kawan menunda perjalanan karena menunggu Mason pulih. Di hari ketiga sejak kembali ke pulau ini, Dayanara dan Azel menuju sungai di dalam hutan untuk mengambil persediaan air tawar. Mereka mengikuti jejak yang telah ditorehkan pada batang-batang pohon. Saat itu pijakan cukup licin, karena hujan baru saja turun.
Meski telah melangkah dengan berhati-hati, Azel terpeleset. Pergerakannya pun melingsir tak terkendali.
"Daya, tolong ...." Azel meminta bantuan dengan menjulurkan tangannya.
Dayanara berusaha menggapai. Namun, tak berhasil. Azel terperosok ke sebuah lubang.
"Dayaaa ...."
"Azel ...." Dayanara meneriaki.
Teriakan Azel menggema, "Aaaggg ...."
Tak memakan waktu lama, suara teriakan Azel pun lenyap. Begitu pula dengan sosoknya. Hal itu sontak membuat Dayanara panik. Dia segera turun mengikuti arah terperosoknya Azel, kemudian langsung memeriksa lubang yang melenyapkan pemuda usia belasan itu.
Dayanara mengarahkan wajahnya ke dalam lubang, lalu berteriak, "Azel ...."
Beberapa kali memanggil, tetapi tak juga ada yang menyahut. Hanya terdengar suara gema dari teriakannya sendiri. Dayanara menduga Azel dalam bahaya. Dia pun mulai berpikir yang tidak-tidak. Membayangkan Azel terbentur dan tidak sadarkan diri, bahkan yang lebih parah dari itu.
Tak membuang waktu, Dayanara pun segera mengambil bagian pohon yang menjutai menyerupai tali. Dia mengikat beberapa utas tali dengan simpul mati, lalu mengaitkannya ke pohon, kemudian mulai melakukan pergerakan menuruni lubang yang menelan Azel.
Sekitar lima meter jarak dari lubang menuju dasarnya. Dayanara berusaha keras untuk dapat menyusul Azel, meski hanya dengan bantuan tali yang dibuatnya. Ketika berhasil tiba di bawah, benar apa yang diduga, pemuda berperawakan kurus itu tak sadarkan diri.
"Azel!" Dayanara berusaha menyadarkan dengan menggoyang-goyangkan tubuhnya. Namun, dia tak bereaksi.
Dayanara memeriksa detak jantungnya. Pemuda tanggung yang wajahnya kini terhiasi luka memar itu masih bernyawa. Namun, kesadarannya menghilang entah ke mana. Dia jatuh pingsan. Dayanara segera menggotong, lalu mengikat tubuhnya ke tali. Setelah itu dia memanjat, berencana akan menarik tubuh Azel bila telah tiba di atas.
Namun, baru setengah memanjat, tiba-tiba saja ...
BRUK!
"Aaaggg ...." Tali terlepas dan Dayanara jatuh menimpa tubuh Azel.
Dia mendadak panik ketika seluruh tali justru ikut jatuh ke lubang. Tak ada lagi benda yang dapat membantunya mencapai lubang. Dia pun mulai kebingungan. Sesekali berteriak meminta bantuan.
"Ada orang di atas?! Tolooong ...."
Tak ada yang menanggapi.
"Tolooong ...." Suaranya memantul ke segala sisi hingga menggema.
Cukup lama Dayanara berteriak meminta bantuan dan masih menanti datangnya pertolongan. Namun, sepertinya tidak ada harapan. Dia pun mulai mencari cara lain. Menelusuri dan memeriksa beberapa sisi goa yang ternyata hanya terhiasi oleh bebatuan. Bau lembab mulai terasa menusuk hidung. Suasana dingin dan gelap pun membuatnya begitu tak nyaman berada di tempat ini. Meski tersiksa, tak ada yang dapat diperbuatnya.
Sambil berpikir, Dayanara duduk di atas sebuah batu besar. Suasana yang begitu sunyi membuat indra pendengarannya bekerja dengan maksimal. Dia mendengar suara yang bersumber dari bawah batu yang didudukinya. Dia pun mendekatkan telinga ke batu itu untuk memastikan.