Escape

Momo Shiny
Chapter #13

Bab 13. Berpisah

Segala yang disampaikan Clay membuat semua merenung. Perilaku buruk yang pernah diperbuat kepada alam, seolah berbalik ke diri masing-masing. Secara sadar maupun tak sadar, manusia mengabaikan kebaikan bagi bumi, hingga planet ini mengalami sakit yang cukup parah. Pada akhirnya, manusia jugalah yang menanggung akibatnya, yaitu terkena dampak dari kerusakan alam yang membinasakan begitu banyak penghuni bumi.

Clay mengatakan bahwa apa yang sedang dikerjakannya terkendala oleh perilaku D-Project yang merugikan. Organisasi yang terdiri dari sekumpulan manusia berfisik kuat itu mengambil file penelitian yang dibutuhkan oleh Clay. Mengetahui hal itu, Dayanara berinisiatif membantu merebut kembali apa yang telah dicuri. Namun, meminta timbal balik.

"Saya akan bantu mengambil kembali file itu, tapi dengan syarat Anda mau mengantar kami ke Pulau Gagak dengan helikopter." Dayanara menawarkan kerja sama.

Mendengar apa yang Dayanara katakan, sontak semua tak menyetujui. Mengingat betapa berbahayanya perilaku orang-orang yang tergabung dalam D-Project. Mason dan Azel sempat mencegah. Namun, Dayanara menyebutkan kemungkinan terburuk bila mereka tidak segera tiba di pulau itu. Dia mengatakan tak punya cukup banyak waktu untuk mencari, serta melewati jalur darat dan laut menuju Pulau Gagak. Dayanara juga pesimis akan mampu kembali menemukan Pulau Gagak tanpa bantuan Clay.

"Kalian dengar apa yang Clay katakan, bukan? Akan ada cuaca yang lebih ekstrim dari yang pernah kita lewati. Bila kita ga segera sampai di Pulau Gagak, mungkin kita ga akan selamat." Dayanara meyakinkan bahwa idenya adalah yang paling tepat.

"Tapi kembali menghadapi D-Project, sama berbahayanya dengan menerima cuaca ekstrim," ucap Azel.

Dayanara berkata dengan tegas. "Ga akan terlalu berbahaya, bila saya pergi sendiri."

"Apa?!" Apa yang dikatakan Dayanara menambah keterkejutan dari semua.

Bersikeras Azel menolak, "Mana mungkin kami biarkan kamu pergi sendiri?! Itu terlalu beresiko."

Dayanara berkata, "Hei ... jangan meragukan keberanian serta kemampuan saya."

"Tapi—"

"Ga ada yang bisa membantah. Saya pergi sendiri." Perkataan Azel dipotong oleh Dayanara yang begitu yakin akan mampu mengambil file milik Clay di sarang D-Project.

Clay tak ikut berpendapat. Dia hanya diam menyaksikan perdebatan antara Azel, Mason, juga Gio yang begitu enggan melepas ibunya.

Dayanara menatap Clay. "Saya akan mengambil apa yang Anda butuhkan. Tolong antar kami ke Pulau Gagak. Bila saya tidak kembali, tolong antar mereka."

Clay tersenyum, lalu berkata, "Waktumu hanya dua malam. Cuaca yang benar-benar ekstrim akan mulai lusa."

"A-apa?!" Sontak semua terkejut mendengar perkataan Clay.

"Ke-kenapa baru mengatakannya?!" tanya Azel dengan nada suara tinggi.

Santai Clay menjawab, "Tidak ada yang bertanya."

"Gimana kalo kita semua berlindung di Pulau Gagak dulu? File itu bisa diambil setelah cuaca ekstrim mereda." Azel memberi saran.

Clay menggelengkan kepala. Dia menolak permintaan Azel. Pria itu mengatakan harus ada timbal balik yang diterima. Dia mau mengantar semua ke Pulau Gagak bila Dayanara berhasil merebut kembali file yang dibutuhkannya. Setidaknya Dayanara harus mencoba.

Setelah berpikir sejenak, Clay memberi kelonggaran, dia berjanji akan mengantar Mason, Azel, serta Gio bertepatan dengan saat Dayanara pergi ke lokasi D-Project berada.

Meskipun semua tak rela membiarkan Dayanara berkorban sendirian. Namun, akhirnya kesepakatan diambil. Dayanara akan pergi ke sarang D-Project untuk mengambil file milik Clay. Sedangkan Clay akan mengantar Mason, Azel, dan Gio ke Pulau Gagak. Mason sempat menawarkan diri untuk menemani, tetapi Dayanara bersikeras menolak. Perempuan tangguh, tetapi keras kepala itu meminta agar Mason menjaga Gio serta Azel, karena takut bila ada hal tak terduga yang akan membahayakan.

Matahari telah menampakkan sinarnya. Cuaca pagi itu terasa begitu cerah. Namun, apa yang ditampilkan alam tidak selaras dengan air muka semua orang. Terutama Gio yang sejak semalam masih saja menekuk wajahnya. Dia begitu kesal dengan keputusan yang ibunya ambil.

"Gio." Berpijak pada lulut supaya sejajar dengan tinggi tubuh Gio, Dayanara menatap wajah putranya dengan lembut.

Bocah itu terus saja menunduk. Dia begitu enggan menatap ibunya. Sesekali dia mengencangkan bibirnya, terlihat menahan tangis.

"Hei ... cepat!" Clay berteriak, memberi instruksi agar Gio, Azel, serta Mason segera naik ke pesawat.

"Gio, sayang ...." Dayanara meninggikan nada suaranya, karena kini harus bersahutan dengan suara mesin helikopter yang telah dinyalakan oleh Clay.

Lihat selengkapnya