ESENSI SEBUAH KAPAL

kingsleigh
Chapter #11

Satu Pergi

Hari ini adalah hari dimana Mayang akan melaksanakan ujian masuk perguruan tinggi negeri. Sesuai rencana, Mayang akhirnya melaksanakan tes di Kota Semarang, supaya selalu bisa dekat dengan Ibu, meskipun ia tidak tau persis kondisi Ibu yang semakin hari kian melemah.

"Mas buruan, nanti Mayang telat." Sahut Mayang di ruang inap Ibu tatkala Mas-nya baru keluar dari kamar mandi.

“Iya, sebentar. Mas bisa ngebut, kok.”

Ibu tersenyum melihat kedua anaknya memulai keributan pagi-pagi. Sebelum Jati dan Mayang meninggalkan ruangan, ibu memanggil mereka berdua untuk mendekat.

"Mas, jagain adek."

“Pasti Mas jagain kok, Bu. Ibu tenang aja.”

"Mayang juga harus sukses ya ujiannya. Banggain Bapak sama Mas Jati."

"Iya, Bu. Mayang kan mau banggain Ibu juga."

Ibu tersenyum, seperti biasa cantiknya sebagaimana selalu seperti itu setiap harinya.

Mayang dan Jati tiba di lokasi ujian yang berjarak sekitar 6 kilometer dari rumah sakit. Jati mengantarkan si bungsu hingga di depan ruang kelas, “Semangat, Mas tau kamu bisa.”

Sebelum ujian dimulai, Jati melihat ke arah jendela untuk mengintip adiknya melakukan persiapan, Mayang tampak berdoa memohon kemudahan. Jati kemudian menunggu Mayang di taman tempat diselenggarakannya tes tersebut sembari menikmati sepoi angin yang berhembus sejuk, langit Semarang tidak sedang panas, justru sebaliknya sedang amat bersahabat.

Baru sekitar 20 menit Jati duduk di taman tersebut, handphone Jati tiba-tiba berdering, sebuah telepon dari bapak.

"Mas.." suara bapak parau berhambur tangis. Firasat Jati nggak lagi karuan di saat yang bersamaan ketika ia mulai bertanya sama paraunya,

"Bapak kenapa?" air muka Jati berubah menjadi serius bercampur panik.

"Setelah Mayang selesai tes, segera balik ke rumah sakit, Mas."

Jati mengerti dengan sendirinya akan satu hal yang juga langsung terjawab dengan satu kalimat penghujam jantungnya, "Ibu udah nggak ada."

Firasatnya telah sempurna terjawab.

Jati langsung berlari menaiki tangga dan berhenti di luar ruang kelas dimana Mayang tengah melaksanakan ujian.

Dari balik jendela, Jati mengamati Mayang. Bingung merangkai kata untuk nantinya dapat ia sampaikan supaya meminimalkan sedihnya meskipun ia tau usaha itu tidak juga berguna. Pikirannya semakin kacau ketika Mayang sadar dan menengok ke arah jendela sembari tersenyum. Spontan Jati membalasnya dengan senyuman. Rasa sedihnya semakin membuncah, ia langsung membalikkan badan dan menghapus air mata yang telah terjatuh. Pertahanannya runtuh seketika.

10 menit kemudian Mayang keluar dari ruang kelas dan mendapati mata Jati yang masih memerah meski air matanya telah dihapus, namun Mayang sungguh gadis dengan perasaan yang tajam, ia tahu mas-nya baru saja menangis, dan langsung mengerti bahwa hal terburuk baru saja terjadi.

“Ibu udah nggak ada ya, Mas?”

Hati Jati bagai mati rasa mendengar Mayang mengerti dengan sendirinya, ia langsung memeluk Mayang dengan sangat erat.

“Kuat ya, Mayang.”

Mayang tiba-tiba menangis deras sekuat apapun ia menahannya, ia lantas mengangguk pelan dan berkata kepada Jati, “Ayo ke rumah sakit, Mas.”

Tidak pernah ada yang menyangka akan secepat ini, meskipun semua telah mempersiapkan skenario terburuk itu.

Lihat selengkapnya