Tidak ada sedikitpun sinyal yang memberi tahu setiap panitia kaderisasi, pun juga Jati tentang apa yang akan terjadi pada hari ini, hari terakhir masa kaderisasi bagi mahasiswa baru Teknik Perkapalan.
Menjelang jam 10 malam, para mahasiswa baru dikumpulkan di sebuah ruangan besar yang merupakan aula program studi. Kegiatan ini akan menjadi rangkaian akhir kaderisasi seluruh mahasiswa baru, yang ditutup dengan pelantikan ketua angkatan.
Seperti dugaan banyak mahasiswa, Dion benar memenangkan suara terbanyak dalam pemilihan ketua angkatan. 80 persen suara jatuh ke tangannya, kemenangan telak sempurna ia peroleh mengalahkan dua calon ketua lain yang kemudian menjadi wakilnya. Ia bersama dua calon wakilnya kemudian berdiri di atas panggung setinggi setengah meter untuk bersiap dilantik oleh Ariq yang merupakan ketua angkatan sebelumnya.
Baru saja Ariq menuntun calon pengurus untuk mengucap janji, pintu aula tiba-tiba didobrak secara kencang oleh Galang. Saking kencangnya, dobrakan itu membuat seisi aula kaget bukan main. Beberapa panitia yang berada di dalam aula berusaha mencegah Galang untuk melangkah ke tengah aula, namun sia-sia. Sementara seluruh peserta kaderisasi hanya membeku ditempatnya masing-masing, beberapa diantaranya bahkan mengira marahnya Galang adalah bagian dari drama panitia bagian komisi disiplin dalam proses kaderisasi.
“Mana yang namanya Dion?!” Bentak Galang tiba-tiba.
Dion tahu persis bahwa ini bukan drama panitia, Dion juga tahu persis apa hal yang membuat Galang begitu marah malam ini.
“Saya.” Dari atas panggung, Dion mengangkat tangan. Galang tanpa ragu menghampiri si pemilik nama, setengah sadar ia menarik Dion dan membanting badannya kencang hingga terjatuh dari panggung.
Jati dan Erzan langsung mencegah Galang, sementara Ariq dan Gerry melindungi tubuh Dion, “Nggak usah sok-sokan rebut Naren dari gua, anjing!” Amarah Galang masih memuncak dan tetap memukul beberapa bagian tubuh Dion.
“Kalo gua bisa rebut Naren, lo mau apa? hah?!”
“Bangsat!”
Jati dan Erzan masih berusaha mencegah amarah Galang, namun lagi-lagi sia-sia, usaha mereka kalah dengan emosi Galang yang semakin memuncak atas kalimat menantang yang dilontarkan Dion, alhasil satu tonjokan yang tidak dapat sempurna mendarat keras di kepala Dion. Susah payah keduanya lalu menarik Galang keluar dari aula kaderisasi, sementara Gerry dan Ariq masih melindungi tubuh Dion yang telah babak belur. Gerry dan Ariq lalu perlahan menuntun untuk keluar dari aula, seluruh panitia yang berjaga di luar aula mendadak panik melihat itu, Kemala langsung tanggap ikut membantu menaikkan tubuh Dion ke mobil salah satu panitia. Si pemilik mobil langsung mengambil alih kemudi, Gerry menempati kursi depan penumpang, sementara Kemala menjaga Dion di kursi tengah, ia jadikan tubuhnya sebagai sandaran bagi tubuh Dion yang babak belur dan melemah.
Suasana di aula masih begitu tegang hingga akhirnya Ariq dan Jati mengambil alih acara. Mereka berdua mencoba menenangkan setiap peserta. Beberapa dari mereka mulai menginterupsi Ariq dan Jati, merasa terhina salah satu temannya habis babak belur seolah tanpa sebab yang jelas. Jangankan mereka, Ariq dan Jati pun masih sama bertanya-tanya.
Acara malam itu dibubarkan masih dengan perselisihan dua angkatan yang belum mencirikan tanda damai. Beruntung, pasa peserta kaderisasi yang naik pitam tidak melampiaskan emosi mereka dengan balasan perlakuan fisik. Beruntung opsi pembubaran acara masih bisa dilakukan dengan baik meski tidak tertib.
Galang telah diamankan di dalam basecamp. Sambil menangis, Naren menghampiri Galang dan memberikannya segelas air hangat untuk menghilangkan pengar pasca mabuk, aroma alkohol kental sekali semerbak dari tubuh kekasihnya itu.
Tidak ada satu pun kata yang terlontar di antara keduanya. Beberapa saat kemudian Erzan memasuki basecamp dan meminta Naren untuk keluar dari ruangan. Pintu tertutup yang sempurna hanya meninggalkan dua insan itu di dalamnya.
Erzan menarik nafas dalam-dalam, seolah menyiapkan amunisi untuk menyumpah serapahi Galang,
“Goblok lo! Kalo mabok nggak usah masuk wilayah kaderisasi!”
“Anjing, lo nggak pernah tau rasanya cewek lo direbut orang!” Galang akhinya angkat bicara.
“Persetan sama persoalan cinta!” Amarah Erzan semakin memuncak.
Jati dan Ariq yang semula berada di aula kaderisasi langsung bergegas masuk ke basecamp yang menjadi ruang utama panitia. Melihat Erzan yang masih naik pitam mencaci Galang, Jati langsung menahannya,
“Udah, Zan. Galang mabok. Percuma kamu marahin dia.”
“Jat, udah gila kamu ya? Kamu bisa di DO, Jat!”
Jati mengusap wajahnya.
“Aku tahu, Zan. Aku tahu.”
“Kita suruh semua panitia bubar dulu. Baru setelah itu kita bawa Galang pulang ke kost garuda. Cukup kita yang jadi sentral buat ngomongin solusi kasus.” Ariq tiba-tiba memberi instruksi yang membuat Jati dan Erzan sama-sama pergi keluar untuk membubarkan seluruh panitia yang masih berada di luar basecamp dengan air muka penuh tanda tanya.
Baru setelah area aula telah bersih dari panitia, Erzan, Ariq, dan Jati membawa Galang ke kost garuda. Mereka menuntun Galang masuk ke kamarnya, tidak lama setelah tubuhnya berada di atas kasur, ia langsung jatuh terlelap. Galang mabuk bukan main.
Jati, Erzan dan Ariq lalu pergi ke rooftop kost. Beberapa batang rokok menemani ketegangan yang saling mereka rasakan. Malam itu mereka mencoba membahas jalan keluar, menyiapkan setiap plan kalau-kalau kasus ini menjadi bom bagi mereka. Di samping itu, Jati terus mengontak Kemala bertanya kondisi Dion, sementara Erzan terus mencoba menghubungi Naren yang hilang seolah tanpa jejak semenjak ia menyuruhnya keluar dari basecamp.
Tidak seperti malam-malam sebelumnya, malam itu rooftop kost dipenuhi rasa kalut.
***
Berita pemanggilan Ketua Prodi terhadap ketua himpunan telah menyebar ke seluruh penjuru fakultas, bahkan universitas.