Sekembalinya Jati ke Kota Semarang, ia menjadi lebih sibuk untuk mengurus bapak, seluruh barangnya di kost garuda telah ia kemas untuk ia pindahkan ke kontrakan keluarganya. Jati berada di titik paling putus asa kala itu. Pak Agung beberapa kali menawarkan bantuan materi kepada Jati untuk menyambung kehidupannya, namun ia tidak pernah ingin menerimanya. Sebaliknya, Jati justru hanya meminta bantuan untuk mencarikan pekerjaan sampingan baginya.
Tidak henti-hentinya Pak Agung selalu mengingatkan Jati untuk tetap bisa fokus pada kegiatan akademiknya di kampus, “Berkuliah sambil bekerja itu susah, Jati.”
“Pak, saya janji nggak akan lepasin kuliah saya, tapi saya perlu pekerjaan itu.”
Pak Agung memegang janji tersebut. Ia lalu memberi Jati peluanguntuk bekerja di sebuah perusahaan di Kota Semarang, peluang yang ia dapatkan dari juniornya semasa berkuliah dahulu.
“Saya akan kenalkan kamu dengan rekan saya, bekerjalah disana, tuntutannya tidak terlalu berat, dan tidak akan terlalu mengganggu kuliahmu.”
Tak henti-hentinya pula Jati berterima kasih atas bantuan Pak Agung.
Karena tuntutan kesibukan baik kegiatan perkuliahan di kampus dan kegiatan di lokasi pekerjaan. Jati dan Mayang atas persetujuan bapak akhirnya mempekerjakan seorang suster untuk merawat bapak ketika Jati harus berkuliah dan bekerja, Mas Abdul namanya. Setiap hari dari Hari Senin hingga Jumat ia selalu datang merawat bapak di jam-jam tertentu sesuai kesibukan Jati.
Pak Agung benar, Mayang benar, Erzan benar, pun juga Tyas benar. Ia tidak boleh putus sekolah, bagaimanapun caranya. Tugas himpunan telah selesai dengan berakhirnya kepengurusan. Meski sempat terpontang di tengah jalan, tapi kepemimpinan Jati membekas dengan baik di kenangan setiap pengurus.
Kontrakan kecil itu terasa begitu hangat karena hari ke hari ia selalu memperhatikan semangat bapak untuk sembuh, sama juga seperti Mayang yang selalu senang memperhatikan perkembangan bapak dari minggu ke minggu ketika ia menghampiri kontrakan kecil itu setiap satu sampai dua minggu sekali.
Kost Garuda menjadi sepi setelah kepindahan Jati dari tempat itu. Erzan dan Ariq menjadi penghuni rooftop di malam hari menggantikan Jati, mereka tidak pernah pisah dengan bahasan rutin mengenai perkembangan hubungan organisasi dengan pengelola Program Studi terkait masalah Jati. Bersama Jati, setiap hari selalu mereka sempatkan melakukan lobby-ing kepada Pak Mulyadi. Meskipun usaha mereka selalu tampak percuma, setiap harinya.
Beberapa kali Gerry menyertai dengan ukulelenya, berusaha menghibur diri sendiri, serta Erzan dan Gerry dari kesepian yang belakangan melanda. Sementara Galang selalu pulang pagi buta setelah rutininas party setiap hari dengan teman-temana. Pertemanan Kemala dan Naren juga kini merenggang. Tinggal di satu atap rumah yang sama tidak membuat mereka bersapa ria lagi setiap berpapasan di lorong kamar maupun di ruang tengah kost. Kemala masih terus berusaha menyelesaikan satu masalah yang dihadapi Jati sementara Naren tetap bersikeras untuk bertahan menjadi satu-satunya orang yang berpihak pada Galang.
Sudah tidak terhitung berapa kali Kemala menjenguk Dion, kedatangannya tidak pernah absen dari usaha membujuk Dion untuk merubah laporan palsu yang ia buat. Kemala seakan tidak pernah lelah untuk melakukan banyak hal terutama dalam merawat Dion, sementara yang dirawat justru terlampau senang ketidakberdayaannya selalu disertai oleh si bidadari prodi.
Hari-hari tanpa absen dari penglihatan Dion tersebut terus berjalan hingga keduanya tiba pada satu hari yang membuahkan sedikit hasil, Dion baru akan memaafkan jika Kemala bisa membujuk Naren menerima cintanya.
Dion bodoh. Lantas apa guna menjalin hubungan tanpa didasari cinta? Batin Kemala bercampur rasa amarah. Tapi semua itu hanya terpatri dalam hati. Ia harus selalu menjaga perasaan Dion sebaik mungkin. Demi Jati.
Hari itu juga, Kemala pulang dengan perasaan sedikit bahagia, setidaknya ada sebuah harapan yang bisa ia menangkan. Hari itu juga ia langsung menghampiri kamar Naren. Pelan-pelan ia menyampaikan maksud kedatangannya secara tiba-tiba setelah sebelumnya hubungan persahabatan mereka sempat merenggang.
“Pada dasarnya, hanya kamu yang bisa menyelamatkan Jati. Tolong terima kembali Dion, Ren. Hanya dengan cara itu kamu bisa membujuk Dion untuk mengakui tuntutan palsunya.”
Kemala tahu persis bahwa permintaannya sangat melukai perasaan Naren, tapi apa boleh buat. Jika ini satu-satunya cara untuk menyelamatkan Jati, maka cara ini harus ia tempuh, suka atau tidak suka.
Dugaannya sungguh benar, Naren langsung membentak Kemala, "Aku kira kamu sahabat, Mal! Galang itu pacarku! Dia terancan drop out dan kamu masih mentingin rasa cinta kamu ke dia!”