Pada pencahayaan senja, puncak-puncak menara Mirabilis adalah barisan obor raksasa yang membeku. Mereka seolah pelaku yang telah membuat langit terbakar ke dalam warna-warna redup kelereng jingga, merah, dan abu-abu. Tidak ada tanda-tanda kehidupan sejauh mata memandang. Kastil tua di tengah danau ini berdiam setenang pantulannya.
Lalu jatuh malam tanpa bintang. Di luar kastil hanya ada kegelapan, sementara satu per satu semua kaca jendela di aula utama mulai menyala hangat. Di dalamnya tampak bersinar formasi dua belas patung yang menyatu dengan pilar-pilar halus seputih gading. Mereka menjulang sampai ke langit-langit berkubah, berdiri berseberangan dari pintu besar hingga ke depan panggung berkarpet merah di ujung ruangan. Seorang pemuda berpenampilan raja agung, Toska, bersama seorang gadis berpenampilan ratu teranggun, Kefi, tertidur sambil duduk bersebelahan di sana, pada singgasana tinggi Mirabilis.
Keduanya membuka mata bersamaan, dan langsung melihat sesosok makhluk kecil mirip manusia laki-laki. Mengenakan topi kerucut dan seragam putih berlambangkan bintang emas di bagian dada, sedang berdiri di atas tangga yang disandarkan ke patung pilar terdekat. Tampak serius mengerjakan tugas bersih-bersihnya.
“Ah, sudah bangun, ya?” gumam si makhluk kecil enteng setelah melihat Toska dan Kefi dari sudut mata. Sepersekian detik kemudian, mata biru cemerlang itu membesar dan ia pun menyadari bobot perkataannya sendiri. “Eh? Mereka ... bangun? Demi Polaris sang Pembimbing! Raja dan Ratu! Ini benar-benar terjadi! Akhirnya! Apa yang harus dilakukan? Apa yang harus dilakukan?! Oh! OI, TEMAN-TEMAN SEMUANYA! TOLONG! TINGGALKAN SEMUA YANG SEDANG KALIAN LAKUKAN! KE AULA UTAMA SEKARANG JUGA!”
Tak sampai semenit, selusin langkah kecil yang terburu-buru tiba di aula utama. Lalu tak sampai lima menit, lebih banyak lagi yang datang. Hingga sepuluh menit kemudian, aula utama sudah disesaki oleh ratusan makhluk kecil—peri bintang, lebih tepatnya, Novas. Ada yang laki-laki dan perempuan, tua dan muda. Kehadiran mereka tampak seperti lautan topi kerucut dan seragam putih berlambangkan bintang emas di bagian dada.
Pertama, semuanya memelototi Toska dan Kefi yang sedang membantu Tabby (nama Novas pertama yang tadi sedang membersihkan patung pilar—ia jatuh dari tangga setelah heboh memanggil teman-temannya) berdiri, seolah keduanya hantu leluhur. Mulut para makhluk kecil itu terbuka dan bergerak tapi tidak mengeluarkan suara apa-apa. Lalu mulai ada tangisan tertahan, naik terisak-isak, hingga akhirnya meledak sorakan penuh syukur, tawa bahagia, disertai beberapa sumpah serapah yang terdengar tidak terlalu buruk saat itu karena pada intinya mereka hanya merayakan kebaikan.
Toska dan Kefi berpandangan bingung.
“Raja dan Ratu! Di masa hidupku! Oh, tak ada lagi yang kusesali!”
“Aku tidak percaya ini benar-benar terjadi! Semoga ini bukan sekadar mimpi termanis yang sangat mengerikan apabila aku memang terbangun nanti!”
“Kau tak perlu bangun, teman! Kita semua tak perlu bangun! Mimpi terakhir kita ada di depan mata! Mati pun kita pasti tetap bahagia!”
“Minggir sedikit! Aku mau melihat mereka lebih dekat!”
“Ayo menjerit histeris dengan lebih keras!”
“Ayo kita rayakan!”
Aula utama dipenuhi euforia. Sambil menari, para Novas berlari mengitari raja dan ratu mereka yang akhirnya terbangun. Mereka menuntunnya keluar ruangan, melewati koridor dengan berisik, terus ke taman kastil yang air mancurnya jernih berkilauan serta bunga-bunga musim panasnya berpendar cantik di bawah kegelapan malam.
Berhenti di ruang makan, makhluk-makhluk kecil itu langsung menyiapkan hidangan paling memanjakan mata dan lidah untuk Toska dan Kefi yang duduk bersebelahan di ujung meja persegi panjang.
Asap beraroma menggiurkan mengepul dari dapur. Satu per satu mereka membawa keluar piring-piring berisi ayam bakar madu, sup kental berisi tumisan sayuran segar, daging sapi dengan bumbu kehitaman yang kaya akan rasa rempah, ikan air tawar goreng bersaus merah, macam-macam makanan laut, olahan kentang, tahu dan tempe, berbagai macam nasi, roti, buah-buahan, lebih banyak lagi sayuran, mentega, puding, es krim, kue keju, stroberi, cokelat, serta pilihan manis, lembut, lainnya untuk mencuci mulut. Semua ditata secara artistik di atas taplak putih, di antara sendok, garpu, pisau, sapu tangan, gelas-gelas kaca, tempat lilin antik bercabang, hiasan bunga, dan wadah minuman berupa cerek-cerek tinggi.
“Silakan dicoba yang ini, Raja-ku yang tampan—Anda pastinya akan sangat menyukai ini, Ratu-ku yang cantik.”
Toska dan Kefi angkat bahu, mulai mencicipi pelan-pelan, (lezat!) lalu makan sangat lahap, mereka hampir tak berhenti mengunyah dengan pipi yang menggembung penuh.
“Jangan lupa airnya, Yang Mulia! Mirabilis memiliki air paling sejuk dan manis!”
“Anggur tua paling kental dan wangi juga ada, jika Raja dan Ratu-ku berkenan!”
“Bir pegunungan yang menghangatkan! Silakan!”
“Dan mungkin teh atau kopi?”
“Oh iya, jangan lupa musiknya, teman-teman! Ayo! Bersama-sama!”
Sekelompok Novas keluar ruang makan lalu masuk lagi sambil berbaris membawa masing-masing instrumen musik yang berbeda.
“Kami menunggu dan siap memainkan apa pun permintaan Yang Mulia.”
“Rock and roll?” kata Toska. “Fleetwood Mac, Dreams?”
“Pilihan yang luar biasa! Segera dipentaskan, Raja-ku!”
Tabuhan drum, diiringi getaran bas, dan melodi petik gitar listrik menguasai latar belakang keramaian ruang makan. Satu Novas wanita berambut pirang, ikal panjang hingga menyentuh lantai, maju bernyanyi di depan mikrofon.
Now there you go again, you say you want your freedom
Well, who am I to keep you down?
“Kalian tidak makan?” tanya Kefi.
“Saya?” Salah satu Novas perempuan yang ditanya menunjuk wajahnya sendiri. Ekspresinya senang bukan kepalang sampai-sampai ia tampak semerah tomat lalu seungu terung, sebelum akhirnya menjerit, “RATU BERBICARA PADAKU! AKU! AKU! KALIAN MENDENGARNYA, KAN? RATU BERBICARA PADAKU! AAAH!”
Dan ia pun pingsan dengan senyum puas berbusa juga mata yang berputar.
“Apakah Heze meminum anggur? Ya? Kenapa tidak ada yang menahannya?!”
“Siapkan ember dan pojok yang bersih! Heze mabuk lagi!”
“Oh, Ratu-ku! Apakah kami harus memotong lengan Heze dan menggantinya dengan rangkaian bunga aster? Sehingga setiap kali gadis kurang ajar itu merasa gatal, ia akan menggaruk menggunakan tangan barunya dan malah semakin tersiksa?”