Pesawat supercepat melesat ke barat. Membawa kelompok Toska dari Lebev ke Pontiv. Dibutuhkan lima belas menit waktu perjalanan sebelum mendarat. Selama itu Vanta mengulas keadaan misi perburuan mereka.
“Naku dan Ewa pulang semalam ke Hiraeth, mencuri cakram Sepuh, lalu pergi,” kata Vanta. “Pada malam yang sama, keduanya terlihat di Lebev bersama anggota Perlawanan lain. Itu tanda tanya besar. Karena, selain kita tidak bisa memastikan jam berapa, tepatnya, peristiwa-peristiwa tersebut berlangsung, masih ada misteri soal ... bagaimana cara mereka berpindah tempat dengan sangat cepat?”
Tidak ada yang bisa menjawab, Vanta melanjutkan, “Menurut catatan Theresa, Naku memiliki kemampuan untuk menciptakan ilusi, sementara Ewa bisa mengubah tubuhnya, sepenuhnya, menjadi Natura—sesosok wanita burung, harpi. Penjelasan paling masuk akal sekarang adalah ... Ewa, sebagai harpi, membawa Naku bersamanya dari Hiraeth ke Lebev.”
“Lalu, bagaimana dengan keterangan pertama Theresa di Mirabilis? Bahwa Naku dan Ewa datang menemuinya malam itu sebagai raksasa?” tanya Maria.
“Mungkin hanya ilusi Naku?” Toska meraba-raba jawabannya sendiri. “Karena, coba ingat, jika mereka adalah raksasa, kenapa tidak ada jejak apa pun pada hutan cemara? Pepohonan di sana terlalu rapat untuk dilewati sesuatu sebesar itu. Seharusnya kita bisa melihat lebih dari selusin pohon tumbang saat terbang melintasinya.”
Vanta mengangguk. “Benar. Raksasa, kabut tebal Hiraeth, dan selimut yang mereka berikan pada gelandangan di Lebev adalah ilusi Naku.”
“Selimut juga?” tanya Toska.
“Kecerdasanmu memiliki masa kedaluwarsa yang mengkhawatirkan.” Vanta menggeleng. “Tentu saja selimut itu hanya ilusi. Orion bisa melacaknya, ingat? Ia adalah Novas pemburu sumber energi, bukannya anjing polisi untuk merazia narkoba.”
“Oh ... benar. Tapi, kalau begitu, kita memiliki satu misteri baru.” Toska menciptakan kupu-kupu bercahaya di atas telapak tangan. “Bagaimana cara Naku mempertahankan ilusinya selama itu?”
“Yah ....” Vanta memakai masker gasnya. “Semua misteri akan menjadi masuk akal saat mereka berdua tertangkap. Maka dari itu, bagaimanapun caranya, dalam situasi apa pun ... jangan pernah ragu. Lawan kita adalah kecepatan dan ilusi.”
Pesawat supercepat mendarat (kembali dalam keadaan tak kasatmata) di depan bandara Pontiv. Wilayah paling dekat dari sumber energi yang dicari. Kelompok Toska turun dan berjalan ke arah keramaian di dalam lobi.
“Oke, Orion, lakukan pelacakan ulang sekarang,” pinta Vanta.
Orion menggeleng tegas. “Tidak menerima perintah selain perintah milik Raja-ku.”
“Oke, oke. Toska?” kata Vanta.
Toska tidak mendengar, karena ia sudah berlari ke arah keributan di dekat sektor perbelanjaan.
Sementara Orion dan Maria segera berlari mengikuti, Vanta menunduk pasrah. “Oh. Ya, ampun. Terjadi lagi.”
Masalah kali ini hadir dalam bentuk penganiayaan sekelompok pribumi terhadap Blasteran bernama Natas.
Menurut kesaksian beberapa orang, Natas diduga memiliki niat jahat untuk menculik seorang gadis remaja, bernama Bonita, saat keduanya bertemu di sektor perbelanjaan.
Bonita sendiri, sebenarnya sekarang, sudah pergi meninggalkan bandara sejak setengah jam lalu—dalam perjalanan pulang menggunakan taksi.
Toska mengumpulkan semua fakta itu dengan bertanya cepat, mencuri dengar, sebelum akhirnya bertindak, maju menengahi. Berdiri di antara Natas yang sudah setengah babak belur, dan sekelompok pribumi yang kelihatannya masih haus darah.
“Minggir, badut, atau kau juga mau?” Seorang bapak berkumis pisang mendorong Toska. Pemuda itu bergeming.
“Temannya, ya?” Seorang ibu hamil berleher panjang bertanya sengit. “Ini pasti temannya! Hajar saja dua-duanya!”
“Bajingan memang!” Seorang gadis remaja, bertato dan penuh tindikan, meludah ke samping. “Sudah enak diberi izin tinggal di tanah manusia beradab, bangsa barbar ini malah memilih jadi penculik dan pemerkosa!”
“Kalian sudah selesai?” kata Toska, tenang.
“Belum karena kau masih berdiri, bocah berkostum! Mati!” Bapak berkumis pisang melayangkan satu pukulan—dan berhenti sebelum tinjunya mendarat di wajah Toska.
Itu karena Toska, menggunakan Doa, telah membuat sekujur tubuhnya bercahaya serta menembakkan udara panas. Ia kembali menumbuhkan sepasang sayap terang dan melayang perlahan. Matahari kecil mengitari dirinya seperti abstraksi dari simbol atom.
“Namaku Toska. Raja Mirabilis. Pemimpin bangsa Novas. Penguasa matahari dalam Ramalan Selena.” Toska memerhatikan sekeliling. Seluruh kamera ponsel pintar penghuni bandara mengarah padanya. “Apa yang terjadi? Kenapa sampai ada dialog bernada rasialisme, dan darah ... di atas lantai tempat manusia beradab tinggal? Kenapa keamanan hanya diam menonton? Kenapa kalian semua hanya diam menonton?!”
Sambil gemetar, lirih menyebut nama Laniakea berulang-ulang, seorang ibu berjubah biru, bercadar, maju menjelaskan.
Seperti yang sudah diketahui Toska, Natas diduga hendak menculik Bonita. Aksinya terekam CCTV. Pemuda Blasteran menangkap tangan seorang gadis remaja di depan rak gondola berisi produk biskuit.