Eskapisme

Geofanny Oktaviani
Chapter #12

Boneka-Boneka

Toska dan Vanta tidak menemukan Maria saat kembali ke tempat rapat di tengah ruang produksi. Menurut keempat kapten, perempuan bercadar putih itu langsung pamit keluar begitu permainan kejar-kejaran bersama Kit dimulai. Mungkin ia malu ditinggal hanya bersama beberapa laki-laki asing yang tidak jarang mencuri pandang ke arahnya.

Maria kemudian ditemukan sedang duduk sendirian di bawah pohon rindang, di taman kecil depan lahan parkir pabrik.

“Digoda para kapten?” kata Vanta. “Seharusnya kau tidak perlu keluar. Cukup ingatkan bahwa pacarmu itu Kraya. Mereka akan langsung mundur sebelum bisa mengatakan bokongmu bagus.”

Kedua mata hijau terang Maria tersenyum malu. “Aku hanya tidak ingin menciptakan masalah tambahan.”

Vanta berkacak pinggang, menggeleng. “Wow. Kau benar-benar terlalu baik untuk dunia ini.”

Sesungguhnya, tidak ada yang tahu, termasuk Toska dan—mungkin—Vanta, tentu saja, bahwa beberapa saat lalu Maria pamit keluar pabrik, memisahkan diri dari semua pandangan anggota Perlawanan, hanya agar ia memiliki kesempatan untuk menerbangkan seekor merpati pos. Mengirim pesan darurat.

Ditujukan pada seseorang bernama Judas di Rafiel. Ia menulis:

Perlawanan akan membongkar rahasia pertambangan ilegal pemerintah di Apvara.

Perhatikan impor gelap tiga dari dua belas bahan bakar fosil khusus ini—dreamium, memorium, imaginarium.

“Baiklah,” kata Toska. “Kita siap melanjutkan perjalanan sekarang. Orion?”

Kedipan cahaya muncul menyilaukan di bawah langit senja, kemudian ia mewujud menjadi peri bintang. “Raja-ku, lapor!” kata Orion, menghormat. “Tidak ada perubahan lain dari hasil pelacakan jarak jauh. Baik itu sumber energi yang sama seperti Sepuh, atau keberadaan Naku dan Ewa. Kemungkinannya tetap berada di Batvia, pulau besar terakhir di kepulauan Vanantara, lalu—destinasi baru kita—kota pelabuhan, Duende, di daratan utama Arthera.”

“Terima kasih, Orion, kerjamu sangat bagus.” Toska tersenyum kepada Novas yang langsung menjengit salah tingkah. Pemuda itu lalu menoleh ke arah Vanta dan Maria. “Bagaimana menurut kalian?” ia melanjutkan. “Orion memberikan dua pilihan, Batvia atau Duende. Sementara, berdasarkan informasi dari Kit, Naku dan Ewa mungkin berada di Duende.”

“Jelas, dong.” Vanta angkat bahu. “Kita ke kota pelabuhan, Duende. Dan jika beruntung, kita mungkin bisa bertemu dengan kelompok Kraya juga di sana—mendapatkan bala bantuan.”

“Aku juga berpikir demikian,” kata Maria. “Bagaimana menurut Anda sendiri, Yang Mulia?”

Toska mendongak ke langit senja. Masih ada cahaya di beberapa tempat. “Aku ingin mencoba sesuatu sebelum kita pergi.” Lalu pemuda itu memberikan perintah, dalam hati, kepada Orion.

Hey, kau berhasil melacak keberadaan Naku dan Ewa, dengan hanya memanfaatkan sedikit jejak sumber energi mereka di dalam ilustrasi pemberian Theresa, kan?

Benar, Raja-ku, Orion menyahut, juga dalam hati.

Toska tersenyum. Sangat jenius. Nah, sekarang kita harus bekerja sama. Aku akan memperluas pandanganku menggunakan Portal, sebelum cahaya senja benar-benar menghilang menjadi malam, dan tugasmu adalah melacak sumber energi penglihatanku itu, kemudian membimbingnya melalui komunikasi ini. Bagaimana?

Mudah saja, Raja-ku! Ke mana aku harus membimbing penglihatan Anda?

Batvia, kata Toska. Wilayah paling dekat dari sumber energi yang dicari. Oke? Kita mulai sekarang?

Orion menghormat. Siap laksanakan!

“Dua makhluk aneh,” kata Vanta yang hanya bisa melihat Toska dan Orion tersenyum, salah tingkah, atau saling menghormat ketika berkomunikasi dalam hati.

Setelah beberapa saat. “OH, KETEMU!” Toska berteriak tiba-tiba, mengejutkan Vanta dan Maria sekaligus.

“Demi Laniakea!” Maria setengah melompat mundur.

Sementara Vanta maju memiting leher pemuda itu. “Ngomong dalam hati, senyum-senyum sendiri, lalu mendadak berteriak? Berdoa saja itu karena kabar baik!”

“Sangat baik,” erang Toska, meronta sia-sia.

“Oh, baiklah.” Vanta melepaskannya.

Setelah selesai mengatur napas, Toska menjelaskan bahwa ia berhasil menemukan Naku di Batvia, lalu Ewa di Duende—menggunakan kombinasi penglihatan jarak jauhnya, dan kemampuan melacak Orion.

“Raja-ku benar-benar brilian, ya?” Orion memerhatikan Toska seolah pemuda itu hanya terbuat dari hal-hal paling menarik sekaligus mulia di dunia ini.

“Terlalu brilian ia sampai lupa menggunakannya di awal perburuan.” Vanta mendengus. “Buang-buang waktu dan energi saja.”

“Hey,” protes Toska, “strategi itu memang baru terpikirkan tadi, saat kita mengejar Kit di dalam pabrik.”

“Yang Mulia?” kata Maria. “Apakah Anda hanya menemukan Naku saja di Batvia? Lalu Ewa di Duende? Mereka ... berpencar?”

Toska mengangguk. Ia memandangi anggota kelompoknya bergantian, sebelum melanjutkan, “Kita juga akan berpencar.”

***

Menggunakan pijar cahaya matahari terakhir pada hari ini, Toska berpindah tempat—sendirian—dari Apvara, ke Batvia. Atau, lebih tepatnya, langsung ke depan suatu gedung sekolah tempat Naku berada sekarang.

Toska berjalan melewati gerbang terbuka. Halaman depan, serta taman kecil yang dipenuhi bunga-bunga kering. Terus masuk ke koridor kosong, dengan kelas gelap di kanan-kirinya. Berbelok menemukan kantin, rapi dan bersih. Ruang olahraga yang sunyi. Pemuda itu tidak menemukan apa-apa sejauh ini, tapi ia tetap tenang.

Dalam penglihatannya tadi, Naku sedang menggelar pementasan drama bersama para murid di atap gedung. Naiklah Toska ke sana. Lantai demi lantai, hingga akhirnya tiba di anak tangga terakhir, ia membuka pintu.

Atap gedung sekolah tidak memiliki apa-apa selain kegelapan, kerapian, dan kesunyian yang juga dimiliki setiap sudut tempat ini.

Naku ada di sana. Sendirian berdiri di depan panggung kosong. Membelakangi Toska.

Pemuda berambut hitam, ikal panjang sepinggang, mengenakan setelan seragam guru berwarna cokelat pasir. Sesuai dengan ilustrasi pemberian Theresa. “Akhirnya,” ia bilang, tanpa menoleh, “kau menemukanku, Raja Matahari.”

Lihat selengkapnya