Eternal Adventure : The Forgotten Journey Of The Elves

farjana aranaz
Chapter #3

Orc Prime

Setelah perjalanan yang penuh canda tawa, tim Rudy akhirnya sampai di Hutan Gelap. Pohon-pohon tinggi menjulang dengan dahan-dahan yang tampak merangkak seolah ingin menelan siapa saja yang berani melintasi wilayahnya. Daun-daun rimbun menutupi langit, membuat suasana sekitar menjadi suram dan sunyi. Angin dingin berhembus, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang membusuk. Hutan ini terkenal karena bahayanya, dan Rudy serta timnya tahu mereka harus waspada.

Mereka semua berhenti di sebuah celah antara pepohonan yang lebih lebat. Rudy mengangkat tangannya, memberi isyarat agar semua orang berhenti dan mendengarkan. Suara langkah kaki besar terdengar di kejauhan, disertai dengan suara grunts dan geram yang dalam.

"Itu pasti Orc Prime," bisik Rudy dengan serius. "Kita harus berhati-hati. Jangan sampai mereka menyadari keberadaan kita sebelum kita siap."

Alaric memiringkan kepalanya, mengamati tim Rudy. Mereka tampak fokus dan hati-hati, namun dari cara mereka bergerak, Alaric sudah bisa menilai bahwa mereka bukanlah petarung yang hebat. Meskipun demikian, dia tidak mengomentarinya. Sebaliknya, dia mengangguk dan mengikuti perintah Rudy, berpura-pura seolah dia adalah seorang penyihir pemula yang hanya ingin membantu.

Mereka semua mulai mengendap-endap, menyelinap di balik pepohonan dan semak-semak. Alaric berjalan di belakang, memperhatikan setiap langkah timnya. Akhirnya, mereka tiba di sebuah bukaan kecil di dalam hutan, di mana sekelompok orc sedang berkumpul. Di tengah-tengah mereka, berdiri Orc Prime, lebih besar dan lebih menyeramkan daripada yang lain, dengan kulit berwarna hijau tua dan otot-otot yang menonjol.

"Ini dia," bisik Fiona sambil merapalkan mantra pada busurnya. "Kita harus mengalahkan mereka sebelum mereka menyadari keberadaan kita."

Rudy memberikan isyarat, dan mereka mulai menyusun rencana. Max mempersiapkan busurnya, sementara Klaus mengangkat kapak besarnya. Fiona menarik tali busurnya, menyiapkan anak panah berlapis sihir. Alaric, yang sejak tadi hanya mengamati, menahan diri untuk tidak tersenyum ketika melihat betapa seriusnya mereka. Dalam hatinya, dia berpikir bahwa mereka terlalu berlebihan, mengingat kekuatan sebenarnya dari musuh mereka.

Serangan dimulai dengan Max melepaskan anak panah sihir ke arah salah satu orc, membuatnya jatuh seketika. Namun, serangan itu juga menarik perhatian seluruh kelompok orc. Orc Prime mengeluarkan raungan mengerikan, memerintahkan orc-ord lain untuk menyerang. Pertempuran pun pecah dengan tiba-tiba.

Rudy dan Klaus langsung terjun ke tengah medan perang, bertarung dengan ganas melawan orc yang lebih kecil. Fiona, dengan keahlian memanahnya, menghujani musuh dengan anak panah dari kejauhan. Sementara itu, Alaric berdiri di belakang, mengamati pertarungan dengan tenang.

"Astaga," gumam Alaric dalam hati, "mereka benar-benar tidak bisa diandalkan, ya?" Dia nyaris tertawa ketika melihat Rudy berusaha mati-matian menangkis serangan orc, hanya untuk jatuh terdorong oleh kekuatan besar musuhnya.

Alaric memutuskan untuk tidak menunjukkan kekuatan sebenarnya. Dia hanya menggunakan sihir dasar, seperti melemparkan bola api kecil ke arah orc yang mengancam Rudy dan yang lainnya, atau memanggil perisai magis untuk melindungi Fiona dari serangan mendadak. Sesekali, dia juga menggunakan sihir penyembuhan dasar untuk menyembuhkan luka-luka ringan mereka, meskipun efeknya hanya sedikit membantu.

Klaus, yang melawan dua orc sekaligus, hampir terjepit ketika salah satu dari mereka berhasil menebas bahunya. Melihat itu, Alaric dengan cepat merapalkan mantra penyembuhan dasar dari kejauhan, menyembuhkan luka itu sejenak sebelum Klaus kembali bertarung dengan penuh semangat.

Pertarungan berlangsung cukup lama, dan Rudy serta timnya mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan. Namun, akhirnya, dengan kerja keras dan bantuan sihir dasar dari Alaric, mereka berhasil mengalahkan Orc Prime. Musuh besar itu jatuh dengan bunyi gedebuk keras, dan seketika, suasana di sekitar mereka menjadi tenang.

Rudy, Klaus, Fiona, dan Max berdiri dengan napas terengah-engah, tubuh mereka penuh dengan luka dan pakaian yang tercabik-cabik. Mereka bersandar pada senjata mereka, mencoba menstabilkan diri setelah pertempuran yang melelahkan.

Di sisi lain, Alaric berdiri tanpa terluka sedikit pun, pakaiannya masih bersih dan rapi. Menyadari hal ini, dia dengan cepat melihat sekeliling untuk memastikan tidak ada yang memperhatikannya. Lalu, dengan cepat, dia melemparkan dirinya ke tanah dan berguling-guling, membuat debu dan tanah menempel di pakaiannya. Ketika dia bangkit, dia berpura-pura terengah-engah, seolah-olah dia baru saja melewati pertempuran yang sama beratnya dengan yang lain.

"Astaga... Itu... benar-benar berat," kata Alaric sambil mengatur napasnya dengan ekspresi yang berlebihan. Rudy dan yang lainnya, yang terlalu lelah untuk menyadari kebohongan Alaric, hanya mengangguk setuju.

"Ya... Kita berhasil," kata Rudy dengan senyum lelah. "Terima kasih, Alaric. Bantuanmu sangat berarti."

Lihat selengkapnya