Eternal Adventure : The Forgotten Journey Of The Elves

farjana aranaz
Chapter #4

Zanuba

Alaric berjalan menuju Direwitch, mengarungi jalan setapak yang meliuk-liuk melalui perbukitan dan lembah. Perjalanannya lumayan jauh, namun Alaric tidak terburu-buru. Dia melangkah dengan santai, menikmati pemandangan alam yang terbentang luas di sekelilingnya. Langit biru yang cerah berubah perlahan menjadi warna oranye saat matahari mulai tenggelam di cakrawala. Angin sepoi-sepoi menerpa wajahnya, membelai rambut panjangnya yang berkilauan seperti perak di bawah sinar senja.

Ketika hari mulai beranjak malam, Alaric memutuskan untuk berhenti dan beristirahat di bawah pohon tua yang besar. Pohon itu tampak kokoh dan sudah ada di sana selama ratusan tahun, menjadi saksi bisu dari banyak peristiwa yang terjadi di sekitar hutan. Dia menyalakan api unggun kecil dengan mudah menggunakan sihir api dasar, memancing nyala api yang hangat untuk menemaninya di malam itu.

Alaric kemudian membuka tas kulitnya dan mengeluarkan sepotong daging yang ia beli di kota Rembus. Daging itu segar, sedikit dibumbui dengan rempah-rempah yang dia dapatkan dari pasar kota. Dengan keterampilan yang terlatih selama berabad-abad, ia mulai memasaknya di atas api. Aroma lezat daging panggang segera memenuhi udara, menggelitik selera makannya.

Saat menggigit daging panggang yang mulai matang, pikirannya terbang kembali ke masa lalu. Kenangan tentang salah satu rekannya yang paling diingat, Helius, kembali terlintas. Helius adalah seorang ksatria yang gagah berani, dengan rambut cokelat pendek yang selalu berantakan seolah-olah ia baru saja keluar dari pertempuran. Helius selalu tampak penuh semangat, dengan senyum yang tak pernah pudar dari wajahnya, meskipun dunia di sekitarnya penuh dengan bahaya.

Alaric ingat saat pertama kali mereka bertemu. Saat itu, ia sedang berkemah di tengah hutan, dengan pakaian lusuh dan penuh debu setelah berhari-hari berjalan tanpa tujuan. Malam itu cukup dingin, dan ia hanya memiliki api kecil yang nyaris padam untuk menghangatkan tubuhnya. Suara langkah kaki yang berat terdengar di kejauhan, dan ketika ia mendongak, dia melihat seorang pria gagah dengan dua pedang di punggungnya menghampirinya.

"Hei... apakah kau mau berpetualang denganku?" suara Helius terdengar ramah namun penuh tekad. Alaric, yang saat itu sedang dalam mood malasnya, hanya melirik sekilas dan menjawab dengan nada mengejek, "Aku? Berpetualang? Ha! Kau salah orang, aku cuma elf pemalas yang suka berbaring di bawah pohon dan memandangi awan." Alaric mengangkat bahunya dan kembali memejamkan mata, seolah-olah tak ada yang lebih penting daripada mimpinya saat itu.**

**Helius tidak menyerah. Dia tahu Alaric lebih dari sekadar 'elf pemalas.' "Apakah kau tidak ingin balas dendam pada Raja Iblis yang sudah memusnahkan keluargamu? Jika kita bersama, kita pasti bisa mengalahkannya." Suaranya serius, penuh keyakinan.**

**Alaric membuka satu mata, mengintip ke arah Helius sambil menghela napas panjang. "Balas dendam, ya? Kedengarannya seperti pertarungan yang sulit... dan aku tidak tertarik dengan pertarungan yang tidak bisa kumenangkan." Dia menjawab dengan nada yang sama malasnya, namun ada sedikit kekesalan di matanya saat menyebutkan Raja Iblis. Tapi Alaric tetap mempertahankan sikap santainya, seolah-olah masalah besar dunia tidak ada hubungannya dengan dirinya.**

**Namun, Helius terus merayu Alaric dengan semangat pantang menyerah. Dia mencoba segala cara, dari membujuk dengan janji kemenangan, hingga mengungkit rasa tanggung jawab Alaric sebagai penyihir kuat yang mampu membawa perubahan. Namun, Alaric tetap pada pendiriannya, menolak dengan berbagai alasan konyol. "Aku sedang sibuk menghitung bintang di langit, tahu? Lagi pula, siapa yang akan merawat jamur-jamur kecilku jika aku pergi berpetualang?" ujar Alaric sambil menunjuk ke arah sebuah jamur liar yang tumbuh di dekat kakinya.**

**Melihat tidak ada cara lain, Helius akhirnya menawarkan bayaran 50 perunggu per hari. Mata Alaric yang semula malas, mendadak berbinar. Tanpa ragu, dia langsung berdiri dan berkata dengan penuh semangat, "Kapan kita berangkat?" Ekspresinya berubah serius dan penuh tekad, namun di balik itu, ia berbicara dalam hati dengan ekspresi setengah menangis yang lucu, "50 perunggu per hari sangat banyak... Aku tidak harus makan jamur lagi setiap hari!" Alaric menahan senyum lebarnya yang hampir merusak wibawanya.**

**Helius, yang tadinya terkejut melihat transformasi mendadak Alaric, tak kuasa menahan tawa. Ekspresi Alaric begitu polos dan konyol, membuatnya bertanya-tanya apakah elf ini benar-benar penyihir kuat yang diharapkannya. Namun, Helius tidak mengeluh, dia akhirnya mendapatkan sekutu yang dia butuhkan, meskipun dengan cara yang sangat tidak terduga.**

Lihat selengkapnya