Eternal Adventure : The Forgotten Journey Of The Elves

farjana aranaz
Chapter #5

Petualangan Dimulai

Alaric berdiri di tengah jalan yang berdebu, memegang tongkatnya dengan santai. Tubuhnya tegap, namun ekspresinya tetap tenang, bahkan sedikit ceria. Puluhan bandit dengan berbagai senjata mulai mengepungnya dari segala arah. Mereka tampak marah dan siap untuk menyerang, namun Alaric hanya mengedarkan pandangannya dengan penuh ketenangan, seolah-olah dia sedang menikmati suasana.

Di antara para bandit, seorang pria besar dengan tubuh berotot dan wajah penuh bekas luka maju ke depan. Dia tampak lebih percaya diri dibandingkan yang lain. "Aku adalah Gusop!" teriak pria itu dengan suara lantang, memastikan semua orang mendengarnya. "Kalian semua pasti sudah tahu, kekuatanku setara dengan Rundolf, ksatria terkuat di Kerajaan Gama!" Dia memukul-mukul dadanya dengan bangga, berharap intimidasi ini akan menggetarkan hati lawannya.

Alaric mendengarkan kata-kata Gusop dengan tatapan penuh minat. Senyum tipis namun jahat terulas di wajahnya. "Oh, begitu? Seorang yang setara dengan Rundolf, ksatria terkuat di Gama, ya?" katanya, nadanya mengejek. "Mungkin kali ini aku akan menghadapi pertarungan yang serius," lanjutnya dalam hati, sambil merapikan rambutnya yang sedikit tertiup angin.

Gusop, yang merasa diprovokasi, langsung mengangkat pedangnya tinggi-tinggi, lalu dengan teriakan perang yang menggema, ia melompat ke arah Alaric. Pedang itu berkilau di bawah sinar matahari, bergerak dengan kecepatan yang seharusnya membuat musuh gentar. Namun, Alaric hanya berdiri di tempatnya, menunggu sampai pedang itu hampir menyentuhnya.

Tepat pada saat terakhir, Alaric bergerak dengan kecepatan yang luar biasa. Dia menghindari ayunan pedang Gusop dengan gesit, membuat pria besar itu kehilangan keseimbangan. Dengan satu gerakan cepat, Alaric memukul lengan Gusop dengan tongkatnya. Benturan itu terlihat ringan, namun cukup untuk membuat pedang Gusop terlepas dari genggamannya dan terlempar jauh ke samping.

Gusop terperangah. Dia mencoba menyerang lagi, kali ini dengan tinjunya, namun Alaric kembali menghindar dengan mudah. Setiap kali Gusop mencoba menyerang, Alaric selalu menghindar dengan gerakan yang nyaris tak terlihat, sambil sesekali memberikan pukulan ringan dengan tongkatnya di bagian-bagian tubuh Gusop. Pukulan-pukulan itu seolah tak berarti, namun setiap kali Alaric memukul, Gusop merasakan sakit yang tak terhingga. Hingga akhirnya, dengan satu pukulan terakhir di punggungnya, Gusop jatuh tersungkur ke tanah, tak mampu lagi berdiri.

Alaric memandangnya dengan ekspresi kecewa. "Apa ini?" katanya dengan nada dingin. "Kau bilang kekuatanmu setara dengan Rundolf, ksatria terkuat di Gama? Aku berharap lebih dari ini. Kau hanya memberi harapan palsu, Tuan Gusop." Gusop, yang merasa sangat malu, mencoba untuk berdiri, namun tubuhnya gemetar hebat.

Dengan mata yang mulai basah, Gusop berbalik dan mulai berlari sekuat tenaga meninggalkan tempat itu. Dia berlari dengan ketakutan, hingga akhirnya menangis dan terkencing-kencing di celananya. Alaric hanya menghela napas dan membiarkan pria malang itu kabur. "Ah, tidak ada gunanya mengejarnya," pikirnya sambil menyeringai kecil.

Setelah Gusop kabur, Alaric kembali memusatkan perhatiannya pada bandit-bandit lainnya. Dengan mudah, dia mengalahkan mereka satu per satu. Setiap gerakan Alaric begitu presisi dan mematikan, membuat bandit-bandit itu jatuh satu demi satu tanpa bisa memberikan perlawanan berarti. Dalam waktu singkat, semua bandit sudah terkapar di tanah, baik dalam keadaan tak sadar atau melarikan diri dengan ketakutan.

Setelah pertarungan berakhir, seorang pria tua dengan wajah penuh keriput dan rambut putih yang kusut keluar dari salah satu rumah yang hancur. Dialah kepala desa Leronica. Pria tua itu segera menghampiri Zanuba yang masih terbaring di tanah. Dengan suara gemetar dan penuh penyesalan, dia berkata, "Tuan Putri, kau tidak apa-apa? Maafkan kami, kami tidak bisa melindungimu."

Mendengar kata-kata itu, Alaric terkejut. Dia memandang Zanuba dengan tatapan bingung. "Zanuba, kau putri kerajaan?" tanyanya. Zanuba, yang sudah mulai bangkit dari tanah dengan bantuan kepala desa, mengangguk pelan. Tatapan matanya masih menunjukkan rasa takut, namun dia berusaha untuk tetap tegar.

Lihat selengkapnya