Eternal Adventure : The Forgotten Journey Of The Elves

farjana aranaz
Chapter #11

Senyum yang Kembali

Alaric dan Zanuba berjalan beriringan melalui jalan setapak yang dikelilingi oleh pepohonan rindang. Cuaca hari itu sangat cerah, dan sinar matahari yang lembut menghangatkan mereka seakan memberikan sedikit kenyamanan setelah kejadian-kejadian berat yang mereka alami. Angin berbisik lembut, membelai dedaunan yang rimbun dan menggoyang ranting-ranting. Namun, suasana hati Zanuba tidak secerah hari itu. Wajahnya tetap kusam dan tatapannya hampa, tenggelam dalam duka setelah kehilangan Harith, satu-satunya orang yang melindunginya.

Alaric, yang biasanya ceria dan penuh dengan tingkah laku konyol, merasa sedikit canggung. Dia memang bukan tipe orang yang pandai menghibur orang lain, apalagi seorang anak kecil yang baru saja kehilangan orang terdekatnya. Berkali-kali, dia mencuri pandang ke arah Zanuba, berharap bisa menemukan celah untuk berbicara atau sekadar melemparkan lelucon konyol. Namun, setiap kali dia melirik, yang ditemukannya hanyalah ekspresi muram Zanuba.

Dengan wajah kebingungan yang tak tertahankan, Alaric akhirnya memutuskan untuk mengajak Zanuba berhenti sejenak. "Bagaimana kalau kita istirahat sebentar di tepi danau?" tanyanya, berusaha terdengar ceria meski di dalam hatinya sedikit gelisah.

Zanuba hanya mengangguk tanpa berkata apa-apa. Ia mengikuti Alaric tanpa banyak reaksi, berjalan seolah-olah tidak benar-benar berada di tempat itu.

Di tepi danau, Alaric mengambil botol air dari kantongnya dan mulai minum, sementara Zanuba duduk di sebelahnya, tetap tenggelam dalam diamnya. Alaric mengerutkan kening, merasa frustrasi dengan situasi itu. "Aku ini penyihir yang sudah hidup ratusan tahun, tapi kenapa menghibur seorang anak kecil terasa lebih sulit daripada bertarung melawan Tigeria?" gumamnya dalam hati.

Alaric kemudian memutuskan untuk mengambil pendekatan lain. Jika percakapan tidak berhasil, mungkin sedikit sihir akan membantu. Dengan cepat, dia menggerakkan tangannya, merapalkan mantra, dan memanggil sesosok golem batu besar yang muncul dari tanah dengan gemuruh.

Sosok golem itu tinggi dan besar, terbuat dari batu yang keras. Alaric menatap Zanuba dengan harapan bahwa pertunjukan kecilnya ini bisa mengalihkan perhatiannya dari kesedihannya. "Lihat, Zanuba!" serunya penuh semangat, "Aku menyuruh golem ini membuat istana pasir untukmu!"

Golem besar itu mulai bergerak dengan gerakan yang kaku namun mengesankan. Tangan-tangannya yang besar mengangkat pasir di tepi danau dan dengan hati-hati membentuk sebuah istana kecil yang terbuat dari pasir. Alaric berdiri dengan bangga di sebelahnya, seolah-olah dia baru saja menciptakan mahakarya seni. "Tadaa!" katanya sambil tersenyum lebar, "Bagus, kan?"

Zanuba hanya melirik sekilas ke arah istana pasir itu dan kembali menatap danau dengan wajah dingin. Ekspresinya tidak berubah, dan Alaric merasa seolah-olah seluruh usahanya sia-sia.

Namun, Alaric tidak menyerah. "Baiklah," katanya pada dirinya sendiri, "Kalau istana pasir tidak cukup menarik, mungkin kita harus membuat sesuatu yang lebih besar."

Dengan semangat baru, Alaric memberi perintah baru kepada golem itu. "Hei, Golem, buat patung kuda sekarang!"

Golem itu mulai membentuk patung kuda dari pasir. Namun, hasil akhirnya jauh dari sempurna. Kepala kuda itu terlihat terlalu besar, dan ekornya... yah, terlihat lebih seperti sapu raksasa daripada ekor kuda. Alaric yang melihat itu hanya bisa menepuk dahinya. "Ah, bukan itu maksudku!" teriaknya, namun ia tetap berusaha terlihat positif di depan Zanuba.

Zanuba kembali melirik, dan kali ini tatapan kosongnya diiringi dengan sedikit tarikan pada sudut bibirnya. Mungkin patung kuda yang aneh itu sedikit menghiburnya, meskipun ia tidak tertawa.

Lihat selengkapnya