Eternal Adventure : The Forgotten Journey Of The Elves

farjana aranaz
Chapter #25

Chapter tanpa judul #25

BAB 25: Kembalinya ke Direwitch

Langit di atas Direwitch tampak kelabu, awan gelap berkumpul di langit, seakan mencerminkan suasana kota yang tampak suram dan penuh kesedihan. Alaric dan Zanuba berdiri di tepi bukit yang menghadap kota itu, dengan pandangan tajam menatap ke arah bangunan-bangunan tua yang berdiri dengan enggan di bawah bayang-bayang menara besar di pusat kota.

Zanuba menarik napas dalam, melihat ke arah Alaric yang tampak diam dan muram. “Ini Direwitch?” tanyanya dengan sedikit keraguan. “Kau bilang dulu tempat ini indah.”

Alaric menghela napas panjang, mengingat-ingat gambaran Direwitch di masa lalu. Kota yang dahulu dipenuhi dengan keindahan bangunan batu dan ukiran kayu, dengan jalan-jalan bersih yang selalu ramai oleh para pedagang dan pengrajin. Namun sekarang, semua itu telah hilang. Direwitch yang Alaric kenal tampak hilang seiring berlalunya waktu. Bangunan-bangunan yang dulu indah kini hancur, jalan-jalan sepi, dan bayangan kegelapan meliputi setiap sudut kota.

“Dulu memang indah,” gumam Alaric, dengan nada sendu. “Tapi sekarang… yah, ini hanya bayang-bayang dari yang dulu.”

Zanuba menatap Alaric, sedikit bingung, tetapi ia memilih untuk tidak berkomentar lebih jauh. Mereka melanjutkan perjalanan ke kota yang sekarang tampak seperti kota mati. Tak ada suara, hanya deru angin dingin yang melintasi jalan-jalan kosong.

“Apa kau yakin Angela tinggal di sini?” tanya Zanuba, merasa ada yang aneh dengan tempat itu.

“Ya, dia pasti tinggal di sini. Rumahnya ada di dekat bengkel pandai besi. Dia sering bekerja dengan peralatan logam. Angela adalah… ah, dia gadis yang serba bisa.”

Zanuba kembali memerah ketika mendengar Alaric berbicara tentang Angela. Dalam imajinasinya, Angela pasti gadis lucu dengan telinga kucing yang selalu bersemangat. Meskipun kota ini terlihat suram, Zanuba masih menyimpan harapan bahwa pertemuan dengan Angela akan membawa keceriaan. Bayangan gadis imut dengan senyuman manis terus menghantui pikirannya.

Mereka tiba di sebuah rumah yang tampak seperti bengkel pandai besi. Di depannya tergeletak peralatan logam—palu besar, tang, dan berbagai macam perkakas yang tampak tua dan usang. Di bagian samping rumah, ada bekas tungku besar yang sudah lama tak menyala. Alaric berjalan ke depan pintu dan mengetuk perlahan. Namun, tidak ada jawaban.

“Hm, aneh,” gumam Alaric. Ia membuka pintu perlahan dan masuk ke dalam rumah, diikuti oleh Zanuba yang masih penasaran.

Di dalam rumah, ruangan itu dipenuhi dengan berbagai alat pandai besi yang berserakan di atas meja. Bau logam yang hangat dan debu memenuhi udara. Tetapi yang aneh, rumah itu tampak sepi. Tidak ada suara, tidak ada tanda-tanda kehidupan.

Zanuba menghela napas panjang, rasa kecewanya jelas terlihat di wajahnya. “Aku sudah membayangkan akan bertemu dengan Angela di sini… tapi dia tidak ada,” gumamnya pelan.

Alaric menatap Zanuba dengan cengiran kecil, berusaha menghiburnya. “Tenang saja. Mungkin dia sedang pergi sebentar. Angela adalah gadis yang sibuk, kau tahu.”

Zanuba tidak mengatakan apa-apa, tapi jelas ia merasa kecewa. Bayangannya tentang Angela, gadis lucu dengan telinga kucing, kini mulai terasa jauh dari kenyataan. Ia duduk di salah satu kursi kayu yang ada di rumah itu, menatap kosong ke lantai.

Tiba-tiba, suara langkah kaki terdengar dari luar. Alaric dan Zanuba segera berbalik, melihat seorang pemuda memasuki rumah. Pemuda itu memiliki rambut hitam pendek, wajah tegas, dan membawa sebuah katana kecil di pinggangnya. Matanya tampak penuh kewaspadaan saat ia melihat mereka.

Lihat selengkapnya