Eternal Sanctuary: The Marionette

Adinda Amalia
Chapter #1

Chapter 01: The Eternal Sanctuary

Turbin-turbin angin raksasa berputar pelan. Berdiri gagah, setiap puluhan meter sekali di atas hamparan bunga tulip dan dandelion. Cukup hangat oleh cahaya siang hari. Udara di sekitar seperti kapas; manis, damai, dan seakan-akan terasa bagai warna merah muda keunguan. Suasana begitu khas dan akan selalu ditemukan di setiap sudut Elysium Islands, negeri kepulauan yang terkenal maju serta sentosa.

Langit cerah lembut sebagian tertutup awan. Sementara sisi lagi lagi terhalang oleh dua aircraft raksasa. Bagian fuselage alias badan kendaraan lebih lebar daripada pesawat biasa. Bila dari atas, terlihat menyerupai perisai terbalik. Di samping, masing-masing memiliki sayap besar dua lapis, dengan lapisan bawah berposisi lebih miring ke belakang. Itu adalah dua kendaraan utama sekaligus markas bergerak milik para anggota Sanctuary, Defense Organization of the Elysium Islands.

First Aircraft of the Sanctuary, S-A01. Bercorak merah carmine, memiliki dua buah machine gun tertanam di masing-masing sayap depan. Pada bagian ekor, terdapat dua stabilizer, satu vertikal dan dua horizontal.

Terbang di belakang kendaraan pertama, ada Second Aircraft of the Sanctuary, S-A02. Aksen ungu palatinate mengkilap sedikit di bawah cahaya matahari. Berbeda, masing-masing sayap depannya tertanam meriam. Lalu di ekor, ada empat stabilizer, dua vertikal maupun horizontal.

Pintu utama di bagian bawah masing-masing aircraft terbuka. Para anggota mereka meluncur turun. Mengenakan seragam khas yang serupa. Celana hitam dan kemeja abu-abu panjang. Rompi tanpa lengan berwarna hitam dengan aksen carmine atau palatinate—menyesuaikan dari aircraft mana berasal—serta aksesoris tegas, seperti aiguillette melingkar di lengan kiri dan beberapa badge di dada.

Hanya ada satu orang dari masing-masing aircraft mengenakan seragam berbeda. Theodore Lewis Kingston, First Aircraft Captain. Aaron Marshall Hainsworth, Second Aircraft Captain. Dua kapten seumuran, usia tiga puluh kurang dua tahun. Alih-alih rompi, keduanya mengenakan jas hitam dengan aksen menyesuaikan aircraft, dengan aksesoris aiguillette dari pundak kanan ke dada, kancing-kancing besar, dan deretan badge. Di atasnya, mereka menggunakan cape dua warna, hitam di luar, carmine atau palatinate—lagi-lagi menyesuaikan—di dalam. Terakhir, topi baret hitam dengan aksen warna yang juga menyesuaikan aircraft.

Para anggota Sanctuary melayang di udara, mengejar puluhan makhluk menyerupai hawk dengan ukuran lima kali lebih besar, mencapai satu setengah meter. Sudah begitu, warna bulu mereka cenderung gelap. Cakar-cakar lebih panjang. Suara melengking sangat kencang. Kekuatan dan kecepatan meningkat drastis. Mereka adalah para monster breed dari burung elang—hawk lebih tepatnya. Salah satu hasil eksperimen gila Crimson Moon, Biotechnology Research Institution milik negeri tetangga bernama The Abyss, tempat kekejaman-kekejaman menguar dari lubang kehampaan.

Inilah tugas Sanctuary, mengalahkan monster-monster ciptaan Crimson Moon yang mengancam nyawa manusia, aset-aset bangunan, kekayaan alam, dan ketenangan penduduk Elysium Islands.

“Butuh bantuan, Kapten Aaron?”

Di atas hamparan tulip dan dandelion, kejar-kejaran antara para anggota Sanctuary dan puluhan monster pecah. Beberapa makhluk mengerikan itu ada yang tak sengaja menghantam turbin angin akibat terpojok sehingga tidak bisa terbang dengan arah tepat.

Sebuah lentera temaram oranye seukuran dua jengkal muncul beberapa sentimeter melayang di atas telapak tangan George, salah satu bawahan terpercaya Aaron, lelaki muda awal dua puluhan, masih begitu ambisius dan bersemangat. Tanpa menunggu jawaban sang kapten, dia sudah bergerak lebih dulu. Tangan diayun ke depan, seperti gerakan melempar tetapi pelan. Lentera miliknya maju ke tengah gerombolan monster, kemudian memancarkan cahaya menyilaukan selama sedetik.

“Aku tak akan memujimu, kau tahu.” Jauh dari belakang, Aaron tiba-tiba telah melewati George. Pedang besar—lebih panjang dari tinggi badannya sendiri—dengan bilah pipih lebar, lancip di kedua sisi, diayun dengan mulus. Membelah sekaligus beberapa monster yang terbang tak karuan akibat kehilangan kemampuan melihat sekaligus insting akan arah setelah menatap kilatan lentera milik George. 

George terkekeh kecil. Sudah menebak kata-kata itu keluar dari mulut sang kapten yang kelewatan kaku dan serius. Dia mengejar, mendorong lantera ke sekumpulan lain para monster untuk membuat mereka tersesat sehingga lebih mudah bagi Aaron untuk mengalahkan.

Berbanding terbalik, si kapten dari First Aircraft, justru berisiknya bukan main. Mengomentari performa para anak buahnya, memberikan semangat, bahkan bercanda sesekali. Sekilas terdengar bagus, tetapi bila dilakukan nyaris tanpa henti… aku ingin melempar jangkar ke mulutnya alih-alih para monster, kata Jake nyaris setiap kali mereka menjalankan, cukup mewakili.

Lihat selengkapnya