Eternal Shangri-La

Pamella Paramitha
Chapter #1

Malaikat dan Iblis

Kegelapan dan Cahaya. Penderitaan dan kemakmuran. Kesedihan dan Kebahagiaan. Keputus-asaan dan Harapan. Dua hal yang bertolak belakang tersebut terepresentasi dalam bingkai Hitam dan Putih.

Di suatu zaman, tersebutlah dua kelompok yang mendiami bumi. Ras Angel, yang terdiri dari makhluk bersayap putih seperti salju dan Ras Evil yang terdiri atas makhluk bersayap hitam sepekat sayap gagak. Kedua kelompok tersebut hidup terpisah dalam sebuah lingkaran kehidupan yang saling bertolak belakang. Ras Angel hidup dalam cahaya, kemakmuran, kebahagiaan dan harapan. Mereka tinggal di suatu tempat yang disebut Eden, sebuah daerah yang amat subur dan makmur. Sedangkan Ras Evil hidup dalam kegelapan, penderitaan, kesedihan, dan keputus-asaan. Mereka tinggal di sebuah dataran terpencil dan kumuh, yang disebut sebagai Inferno.

Jurang yang amat dalam membatasi pergaulan mereka. Tak ada satu pun makhluk dari tiap kelompok yang mau berteman dengan kelompok lainnya. Mereka hidup sendiri-sendiri, yang satu dalam kegelapan, dan yang lainnya dalam cahaya. Alur kehidupan mereka pun tidak berubah, bahkan setelah ribuan tahun keberadaan mereka di bumi.

Tetapi, semua berubah saat dua anak kecil dari ras berbeda itu saling bertemu. Sang gadis berasal dari ras angel, sedangkan anak laki-laki berasal dari ras evil. Takdir merancangkan suatu perubahan pada diri mereka beserta ras mereka melalui pertemuan itu.

Kisah ini pun dimulai.

***

Gadis kecil berambut hitam yang memiliki sayap seputih salju itu tengah melintasi gelap dan rimbunnya sebuah hutan tropis. Ia melihat sekelilingnya dengan wajah panik karena berkali-kali ia berusaha melintasi hutan itu untuk keluar, ia malah semakin tersesat. Tak ada cahaya yang ia lihat, hanya kegelapan. Matahari yang sering ia rasakan kehangatannya kini harus tertutup oleh rimbunnya ribuan pohon besar.

Ia pun berlari tak tentu arah. Ia berharap langkahnya kali ini akan membawanya ke tempat yang lebih lapang. Ia tak ingin terjebak lebih lama di sini. Ia ingin kembali ke desanya. Ia ingin bertemu dengan orang tuanya dan teman-temannya yang sempat bermain bersamanya, namun kemudian terpisah karena ia memasuki hutan jahanam ini.

Sang gadis kecil terengah-engah. Tubuhnya mulai lelah menelusuri hutan ini, menerobos semak dan melewati ribuan pohon berdaun lebat yang menyebar di penjuru hutan. Ia kembali melihat sekitarnya. Seolah mendengar suara tawa keji dari semua pohon yang mengelilinginya, ia pun kembali melangkah. Ia berlari terus tanpa mempedulikan kakinya yang mulai lecet. Pohon-pohon itu terus bersorak sambil menertawakannya. Ia berharap, ia bisa lepas dari semua makhluk di hutan ini, dan menemukan jalan keluar.

"Aku berjanji tidak akan masuk ke sini lagi. Kumohon, aku ingin keluar." Gadis itu terisak. Ia berlari lurus dengan air mata yang menggenang di pelupuk matanya. Ia menyentuh batang pohon, mengambil nafas sebentar lalu kembali berlari menelusuri hutan itu.

Sebersit cahaya menggelitik indera penglihatannya. Merespon cahaya itu, sang gadis menyipitkan matanya. Dengan sisa tenaganya, ia menuju ke sana. Langkah kecil sang gadis akhirnya membawa tubuhnya keluar dari lingkupan hutan tropis tersebut.

Ia tertegun saat menjejakkan kakinya di sebuah tanah berpasir. Sekelilingnya lapang. Ia memicingkan matanya untuk memperjelas pandangannya. Hamparan lautan luas terbentang beberapa meter di depannya. Kalau begitu, apakah saat ini ia berada di tepi pantai?

Gadis kecil itu memberanikan dirinya melangkah lebih jauh memasuki pantai itu. Cahaya matahari mulai menyorot tubuhnya, menyertai perjalanannya untuk mendekati tepi lautan. Suara debur ombak pun mulai terdengar.

Ia tidak sendirian di sini. Gadis itu menemukan anak laki-laki yang seusia dengannya telah menjadi penghuni pantai ini lebih dahulu sebelum dirinya. Si anak laki-laki itu terlihat sedang asyik membuat istana pasir di tepi pantai. Ia sepertinya amat serius dengan kegiatannya sampai tak menyadari ada seseorang yang mendekatinya ragu.

Anak laki-laki itu merasakan sebuah bayangan menudunginya. Ia pun menoleh dan mendapati sosok gadis kecil berpakaian serba putih dan memiliki sayap yang sepadan dengan bajunya itu tengah menghadapinya. Gadis itu juga tertegun melihat anak laki-laki yang berpakaian serba hitam dan bersayap hitam pekat seperti sayap gagak. Mereka berdua saling berpandangan cukup lama sampai akhirnya anak laki-laki itu memulai percakapan.

Lihat selengkapnya