Saat yang ditunggu akhirnya tiba. Zeta keluar dari kamarnya pagi-pagi benar menuju ke ruang pertemuan. Rekan-rekannya menanti Zeta di sana, seperti yang dikatakan Esse. Semalam, pemuda itu kembali menyambangi kamar Zeta untuk mengingatkannya soal pertemuan itu.
Sambil menelusuri koridor, Zeta menguatkan hatinya untuk bisa menghadapi mereka. Ia menghela nafas beberapa kali, bahkan ketika dirinya sudah tiba di ambang pintu tempat perjanjian itu.
Seperti dugaannya, keempat orang itu sudah menunggu Zeta di dalam ruangan. Esse yang paling semangat menyambut kedatangan sang pangeran dengan senyum ejekan sedangkan yang lain hanya diam di meja pertemuan sambil menilik Zeta dengan tatapan asing.
"Bagaimana lukamu kemarin?" Tanpa menggubris basa-basi Esse, Zeta memasuki ruangan. Esse Ia menduduki kursi utama dalam meja pertemuan itu, menghadapi ketiga rekannya yang lain. Esse pun bergabung dengan mereka.
"Kau sudah memikirkannya baik-baik?" Ene akhirnya menjadi orang pertama yang angkat bicara.
"Aku sudah memutuskannya..." Suara Zeta kini menggema di ruangan. Ia menundukkan wajahnya sambil melipat jari-jarinya, berusaha mengulur waktu.
"Katakan keputusanmu, Zeta," Esse pun berceletuk tak sabar.Yuu menatap Zeta prihatin. Ia beralih melirik rekan-rekan lainnya, tak menemukan siluet yang sama. Semuanya memperlakukan Zeta amat dingin, memojokannya karena menganggap Zeta tak mampu memimpin klan mereka. Yuu menghela nafas. Melihat sosok Zeta yang sepertinya amat terpojok, ia harus membantunya sedikit.
"Kami tak akan memaksamu melakukan hal itu, Zeta. Kau bisa menjatuhkan pilihan sesuai dengan prinsipmu karena kami masih menganggapmu sebagai pemimpin kelompok ini."
Esse memicingkan matanya pada Yuu, sementara sosok Yuu langsung diam, memilih untuk tak kembali bicara.
Zeta menggoreskan senyum lirih. Ia memperhatikan keempat sahabatnya satu per satu. Ucapan Yuu saat itu sedikit membuatnya berani untuk mengambil keputusan, dan ia pun semakin yakin kalau keputusan yang ia ambil adalah keputusan yang terbaik.
"Aku akan ikut kalian melaksanakan rencana ini."
Ungkapan nonverbal menjadi respon satu-satunya setelah mendengar keputusan Zeta. Esse tersenyum sementara Ene menundukkan wajahnya sambil mengangguk pelan. Enme tak tersenyum sedikitpun, tetapi menilik Zeta dengan pandangan misterius. Lalu, Yuu hanya bergeming, memperhatikan wajah Zeta untuk menebak kesungguhan di balik raut wajah sahabatnya itu.
"Sebelumnya, aku ingin bertanya padamu. Kenapa kau memilih untuk melaksanakan rencana ini bersama kami padahal awalnya sepertinya kau amat menentang rencana itu?" Ucap Ene tenang.