Di tengah malam, dalam sebuah istana yang minim penjagaan, seseorang keluar dari sebuah ruangan. Bunyi menyayat terdengar ketika sosok itu menutup pintu ruangan pelan-pelan. Kegelapan koridor menyembunyikannya, hanya mampu mengekspos bayangannya yang besar dan mengerikan saat sosok itu melangkah.
Zeta hampir tiba di pintu keluar istana kalau saja tak ada satu sosok lain yang lebih dulu mematung di ambang pintu. Kegelapan juga menyembunyikan wujudnya, hanya mengekspos sepasang bola mata keemasan. Namun Zeta tetap bisa menebak siapa sosok yang berniat menahan kepergiannya barang sejenak.
Mengabaikan keberadaannya, Zeta tetap melenggang ke pintu keluar. Tapi mereka tetap berpapasan sehingga kesempatan itu digunakan oleh sosok itu untuk menyapa Zeta.
"Kau ingin menemui gadis itu?" Sosok itu menyeringai sambil memicingkan mata. Zeta membisu sejenak. Ia melotarkan sebuah jawaban dingin.
"Bukan urusanmu, Enme,"
Kekehan Enme menggema di sekitar tempat mereka berdiri. Zeta bergeming menanggapi tawa ejekan itu. Ia berniat mengabaikannya, namun suara Enme kembali menahan Zeta.
"Keputusan itu sudah berada di tanganmu, bukan?" Seringai Enme masih terlihat mengerikan. Sepasang bola mata mengarah ke sang pangeran Evil. Zeta pun akhirnya balas menatap mata Enme dengan sorot mata dingin dan kelamnya.
"Keputusanmu itu akan membawamu makin dekat pada takdirmu yang sebenarnya. Ya ... semua berjalan sesuai rencana."
Terpancing dengan kata-kata itu, Zeta menghadapi Enme lebih dekat. Yang bersangkutan semakin terkekeh senang karena berhasil membuat pemuda kalem itu penasaran.
"Apa yang kau maksud dengan takdir itu? Apakah itu adalah hubunganku dengannya?"
Pria bermata keemasan itu tak langsung menjawab. Ia memicing, menatap Zeta serius .
"Hubunganmu itu termasuk di dalamnya. Semuanya Zeta ... kehidupanmu yang sebenarnya, itulah yang disebut sebagai takdir."
Alis Zeta mengernyit. Sama sekali tak memahami ucapan Enme, ia pun melontarkan pertanyaan lainnya.
"Takdir apakah yang harus kutanggung itu? Takdir yang baik atau buruk? Kau bisa berikan petunjuk padaku, Enme, kumohon..."
Enme menyeringai. Menyingkirkan sosok Zeta, Enme malah berniat pergi meninggalkannya. Ia memunggungi Zeta sesaat lalu kembali menghadapi pemuda itu dari kejauhan.