Rintihan bersumber dari sebuah ruangan temaram. Makhluk-makhluk bersayap hitam terlihat berlalu-lalang. Meski tengah malam, kesibukan masih terjadi karena ratu desa Inferno sedang bersalin di kamarnya.
Wanita iblis tetap saja bertaruh nyawa saat melahirkan anaknya. Teriakan dan rintihan terdengar, terkadang diselingi oleh deru napas yang memburu saat wanita itu mengumpulkan tenaga untuk mengejan.
Menderita sebuah penyakit misterius yang tak bisa disembuhkan, ratu negeri Inferno seharusnya sudah kehilangan nyawanya. Tetapi, ketika mengetahui ia mengandung, sang ratu seolah mendapat suatu kekuatan. Sang ratu tak ingin anak dalam rahimnya celaka, sehingga ia terus berusaha bertahan hidup. Bahkan jika ia harus merelakan nyawanya demi anak itu, ia tak akan merasa menyesal.
Iblis bahkan bisa berbahagia ketika mendengar suara tangis bayi. Dengan sisa tenaganya, ia mengulurkan tangannya pada makhluk yang baru beberapa detik menyapa dunia. Bidan yang menyadari isyarat itu sebagai sebuah permintaan terakhir pun langsung meletakkan bayi itu di samping kepala sang ratu.
Telunjuk berkuku panjang mengusap lembut pipi gembil bayi itu. Cairan hitam pekat terjun bebas dari pelupuk matanya.
Kenapa bayi ini tak berhenti menangis? Apa karena dia sadar dilahirkan sebagai iblis, di tempat pengasingan bernama Inferno, meskipun statusnya adalah pangeran? Tentu, dia tak bisa memilih di mana dia dilahirkan, serta dalam kondisi apa. Yang bisa dia lakukan hanyalah menangis dan menyesalinya.
"Maaf, Ze-ta."
Setelah menyebutkan nama si bayi, sang ratu memejamkan matanya. Jari yang tadinya bersarang di pipi anaknya pun kini terkulai di atas ranjang. Bidan serta para pelayan yang membantu persalinan mengerubungi peraduan sang ratu, lalu menundukkan kepala mereka sebagai bentuk belasungkawa.
Bidan istana membawa sang pangeran lalu menyerahkannya ke tangan raja negeri Inferno. Sembari mendekap anak semata wayangnya, sepasang mata sang raja terpejam ketika mendengar kabar meninggalnya sang ratu. Ia merasa amat bersedih, meski air matanya tak tumpah. Mungkin karena terlalu banyak penderitaan yang dialami di Inferno, membuatnya tak bisa menangis.
"Zeta. Maafkan kami." Ucapan yang sama keluar dari mulut ayahnya, menghadapi makhluk yang belum berhenti menangis.
***