"Jika kau ingin rakyatmu selamat, jangan pernah terlibat dengan Blue Heaven"
Pedang terhunus dalam jarak beberapa inci di hadapannya. Para pasukan yang mengawal sang raja tak bisa memberikan perlawanan. Terlebih, raja mengisyaratkan mereka untuk tetap tenang. Malaikat yang datang bukan cuma sosok yang menghunuskan pedang padanya. Di balik kegelapan, tesembunyi para pasukan. Mereka kalah jumlah, sehingga sia-sia saja jika berusaha melawan.
Di satu pertemuan, pria malaikat itu berjanji untuk membawa peta Blue Heaven. Tinggal sedikit lagi kerjasama mereka akan berhasil. Tetapi, yang datang justru sepasukan ras Angel. Seorang pria muda bermata tajam sebagai pemimpin mereka-lah yang menghadapi raja langsung. Setelah melempar potongan sepasang sayap putih bernoda darah, ia menghunuskan pedang pada raja untuk memberikan ancaman.
"Aku sudah mengetahui persekongkolan kalian. Kau menghasut salah satu penduduk, bukan?!" tudingnya dengan suara lantang. Sang raja berusaha memungkiri tuduhan itu. Tapi, rasanya percuma. Ras Angel yang sudah menyimpan kebencian, pasti akan semakin mempersalahkan mereka.
"Katakan! Di mana peta Blue Heaven itu berada?!"
"Tak ada padaku." Akhirnya sang raja menjawab. Pancaran matanya sungguh-sungguh, sehingga ia berharap pasukan ras Angel mempercayainya.
"Peta itu tak ada padaku."
"Anda berbohong, Yang Mulia!" Pria di hadapannya tersenyum keji lalu bersiap mengayunkan pedangnya. Niatnya sungguh-sungguh untuk menghabisi nyawa raja Inferno. Tetapi, mata pedang yang seharusnya menebas leher sang raja malah beradu dengan mata pedang lainnya. Seorang prajurit Inferno dengan sigap melindungi sang raja, menahan serangan yang dilancarkan oleh pemimpin pasukan desa Eden.
"Yang Mulia! Kita tak bisa tinggal diam!" Suara itu terdengar dari prajurit lain. Membantu rekannya, ia membalas serangan pada pemimpin ras keji itu. Tetapi, seorang prajurit desa Eden terlebih dahulu menghabisinya.
"Apakah semua ini adil? Jika tidak, kenapa kita diam saja!?"
Kata-kata itu menjadi yang terakhir mengalun di telinga sang raja, sebelum berganti dengan teriakan pada pertarungan sengit antara pasukan ras Evil dengan ras Angel. Tak perlu memakan waktu lama, nyaris semua bawahan sang raja Inferno menemui ajalnya di ujung pedang para pasukan keamanan desa Eden.
"Yang mulia, pergilah!" tukas salah satu prajurit, sementara ia berusaha melindungi sang raja. Luka-luka melemahkan tubuh prajurit itu. Gerakannya pun tak lagi gesit, ditambah harus menghadapi tiga orang sekaligus. Hanya tekad untuk melindungi sang raja membuatnya bertahan. Minimal, sang raja berhasil meloloskan diri sehingga ia rela berkorban sampai titik darah penghabisan.
Menyaksikan satu per satu bawahannya gugur, hati sang raja merasa terkoyak. Kesedihan, rasa bersalah, serta dendam menyatu, menggerakkan sosok itu untuk mengambil senjata dari salah satu prajurit yang gugur. Kilat amarah memancar di relung matanya saat ia menargetkan sang pemimpin pasukan desa Eden. Sebuah kesempatan terbuka. Para pasukan desa Eden sibuk menghabisi sisa terakhir dari para prajurit Inferno sehingga lengah, tak melindungi pemimpin mereka. Raja Inferno pun menghadapi pria itu.
Dalam satu serangan, sang raja Inferno berhasil meringkus sang pemimpin pasukan. Ia menyandera pria itu sambil menghunuskan pedangnya pada prajurit desa Eden. Kepanikan menyelimuti muka para pasukan desa Eden ketika pemimpin mereka takluk di bawah raja Inferno. Tanpa dikomando, mereka pun mengangkat kedua tangannya.
"Kami tak akan mengganggu kalian lagi! Tapi, hentikan penyerangan ini serta semua tuduhan kalian pada kami!" Sambil terengah, sang raja mengajukan syarat.
"Kami tetap akan mencari Surga bagi kami. Aku tak akan membiarkan kalian ikut campur! Aku juga tak akan mencampuri urusan kalian beserta Blue Heaven itu! Peta itu tak ada pada kami!"
Raja Inferno melirik tajam ke sang pemimpin pasukan. Diarahkannya pedangnya ke leher pria itu, seolah menyuruhnya untuk merespon tawaran itu. Napas makhluk bersayap putih itu tersengal, keringat dingin bercucuran. Tetapi, tak ada ketakutan yang membingkai wajahnya. Ia malah terkikih pelan. Tangannya melambai, memberi isyarat pada seluruh bawahannya.
"Aku setuju." Bibirnya bergerak pelan, tetapi raja Inferno bisa mendengarnya. Ia menilik lawannya itu, seolah menimbang apakah ia harus melepaskannya atau tidak. Sang raja tahu kalau sosok itu memiliki sifat licik. Mungkinkah ucapannya tadi hanya untuk mengelabuinya saja?
"Suruh prajuritmu pergi!" desis sang raja. Napas sosok bersayap putih itu terhembus kasar. Ia mengibaskan tangannya lagi. Dalam sekejap, satu per satu prajurit desa Eden meninggalkan lokasi.
Setelah sang raja yakin kalau para pasukan sudah meninggalkannya, ia pun melepaskan pemimpinnya. Pria itu mengangkat tangan sambil berjalan mundur. Raja Inferno menyaksikan sosoknya semakin menjauh lalu menghilang di balik rimbunan pohon.