Dalam sebuah bilik kecil nan temaram, terkapar sosok bersayap hitam dengan sekujur tubuh penuh luka. Eve yang masuk pun langsung merengkuh tubuhnya. Gadis itu menangis terisak sembari merapalkan namanya berulang kali.
"Zeta! Zeta!"
Panggilan itu berhasil mengembalikan kesadarannya. Erangan lemah terdengar disusul oleh pergerakan kelopak mata yang membuka perlahan.
"Eve." Zeta berucap amat pelan. Napas Eve terasa sesak karena bahagia. Gadis itu tersenyum haru di tengah derai air mata. Tangan Eve bergerak mengusap kedua belah pipinya sebelum akhirnya mengecup penuh cinta.
"Syukurlah, Zeta."
Sugiya yang berada di samping Eve ikut menyaksikan kondisi Zeta. Amat memprihatinkan. Sugiya bergidik membayangkan bentuk penyiksaan yang dialami oleh Zeta sampai luka-lukanya bisa separah ini. Dalam sekejap, timbul penyesalan atas tindakan keji-nya menangkap sang pangeran ras Evil itu.
"Cepatlah Eve ... kita tak bisa membuang waktu banyak. Para penjaga akan segera menemukan keberadaan kita." Sugiya menyadarkan adiknya untuk tidak berlama-lama lagi di sini. Firasat buruknya semakin kuat. Ia kuatir akan tertangkap basah oleh penjaga lainnya kalau terus menerus berada di sini.
"Lalu, apa yang harus kita lakukan?" tanya Eve getir "Kondisi Zeta amat buruk, lebih buruk dari dugaanku!"
"Sembuhkan dia Eve! Minimal ia bisa berjalan walau lukanya tak bisa sembuh total," Sugiya memberikan sebuah solusi yang langsung disanggupi Eve. Dibaringkannya kepala Zeta di atas pangkuannya. Eve berusaha untuk berkonsetrasi lalu mulai mengarahkan telapak tangannya di atas luka-luka Zeta.
Sugiya memperhatikan adiknya. Eve tampaknya mengerahkan kekuatan secara maksimal, terbukti dari raut wajah gadis itu yang memucat. Sampai akhirnya, Eve pun mencapai batas. Ia tak bisa mengeluarkan kekuatannya lebih lama lagi. Keringat dingin mulai mengucur dari tubuhnya. Tangannya gemetaran. Napas Eve sesak sebelum akhirnya ia menghentikan pekerjaannya.
"Eve!" Tangan Sugiya menahan tubuh adiknya yang limbung. "Kau tak apa?" Dengan napas terengah, Eve tersenyum lalu menggeleng.
"Bagaimana dengan Zeta..." Mata Eve dan Sugiya bersamaan terarah pada sosok itu. Secara ajaib, Zeta bisa bergerak karena beberapa lukanya sudah sembuh. Ia bangun lalu mendekap Eve. Gadis menangis dalam pelukan hangat pangeran iblis itu. Ia bersyukur karena Zeta akhirnya bisa kembali bergerak dan bangkit sesudah mengalami kondisi yang amat kritis.
"Aku senang kau baik-baik saja, Zeta. Maafkan aku membuatmu terjebak dalam kondisi seperti ini,"
Zeta tak mengucapkan apapun, tetapi dalam hati, ia memaafkan Eve. Sebenarnya, Zeta sendiri tak pernah menyalahkan Eve atas masalah ini.
"Kalau begitu, kita harus segera pergi." Ucapan Sugiya seketika mengalihkan perhatian mereka. "Kita tak bisa berada di sini lebih lama. Zeta, kuminta kau membawa Eve keluar dari sini,"
Zeta mengangguk setuju. Ia membantu Eve berdiri lalu membimbingnya keluar dari ruangan. Sugiya memimpin perjalanan mereka di depan, sementara Zeta dan Eve mengikuti sosok itu dari belakang. Mereka tak menemukan siapapun dalam perjalanan melalui koridor menuju ke pintu keluar, hanya ada mayat penjaga penjara yang bergelimpangan di sepanjang lorong. Zeta yang menyaksikan hal itu pun tertegun.
"Kau yang menghabisi mereka semua?" tanya Zeta heran. Sugiya terdiam lalu mengangguk pelan.
"Aku tak bisa mentolerir rencana kaum-ku lagi. Mereka tak lebih dari sekumpulan monster." ungkap Sugiya. "Kami memang hidup dalam kebahagiaan, namun kami tak menyadari kalau kebahagiaan itu membuat kami menjadi egois. Kami menjelma menjadi monster." Sugiya menghentikan langkahnya, kemudian berbalik menghadapi Zeta. Ditatapnya sang pangeran iblis dengan serius.
"Maafkan aku Zeta. Sebenarnya yang harus disalahkan atas semua ini adalah aku." Napas Sugiya terembus berat. Zeta hanya bergeming. Ia memang ingin marah, tetapi perasaan itu menguap begitu saja setelah mendengar kata maaf dari mulut Sugiya.
"Aku hanya ingin melindungi adikku, namun aku tak menyadari kalau sebenarnya aku yang malah membuatnya ketakutan dan membenciku." Wajah Sugiya muram. Ia menatap Zeta dan Eve bergantian lau tersenyum tipis.
"Aku akan memberikan peta Blue Heaven padamu. Pergilah bersama kaum-mu ke sana, dan ..." Sugiya menjeda sejenak, menyunggingkan senyuman "... dan bawalah Eve bersama denganmu,"
Sugiya menepuk pundak Zeta. "Aku percaya kau-lah yang bisa menjaga dan melindungi Eve, bahkan lebih dariku,"
Dari raut wajah Sugiya terpancar suatu kesungguhan, ditambah dengan senyuman yang menandakan kalau ucapannya bukanlah sebuah kebohongan. Zeta pun mengangguk yakin kemudian berpaling menatap wajah Eve. Sang pangeran menyentuh punggung tangan Sugiya yang hinggap di pundaknya sebagai jawaban kalau ia akan memenuhi janji itu.
Sugiya tersenyum puas. Ia membalikkan badannya untuk melanjutkan perjalanannya sementara sosok Eve dan Zeta mengikuti langkahnya untuk menuju ke pintu keluar. Namun, mereka dicegat oleh sebarisan pasukan ras Angel. Zeta, Eve, serta Sugiya sendiri tak mampu berkutik menghadapinya. Mereka berhenti di tempat, lalu mundur beberapa langkah ketika pasukan itu mulai melangkah mendekati mereka.