Suara musik jazz mengalun indah menemani perjalanan Qia untuk kembali ke rumahnya. Qia kembali dari rumah keluarga Wirawan setelah memastikan Arsen baik-baik saja ketika sadar dari pingsannya. Keningnya juga sudah cukup membaik setelah dikompres dengan air es oleh mbok Mirah.
Qia mengemudi dengan pikiran yang penuh dengan pertanyaan, bagaimana cara menangani Arsen. Kasus seperti ini pertama kali ia dapatkan dan Qia belum menemukan metode yang tepat untuk sang pasien.
“Akhirnya, sampai juga.” Monolog Qia pada dirinya sendiri setelah memarkirkan mobil di garasi.
Qia menuruni mobilnya kemudian bergegas masuk ke dalam rumah. Tak disangka Ayah, Bunda dan Kakaknya sedang berkumpul di ruang keluarga sambil melihat film.
“Qia pulang….,” ucap Qia setelah menutup pintu rumahnya.
“Wah … anak ayah su⸺”
“Jidat kamu kenapa?” ucapan Riza terpotong oleh suara Anne yang terdengar cemas, “bilang sama bunda, siapa yang tega menganiaya anak bunda?” sambungnya.
“Kamu dianiaya? Dianiaya di mana sayang? Bilang sama ayah, nanti kita usut tuntas kasusnya.” Sang ayah ikut menanggapi, sedangkan sang kakak hanya bisa menahan tawanya.
Kepala Qia yang masih terasa pening menjadi bertambah pening setelah mendengar rentetan pertanyaan yang diajukan oleh kedua orang tuanya.
“Qia baik-baik saja, Ayah, Bunda. Tadi pasien baru Qia serangan paniknya kambuh, jadi dia lost control dan tidak sengaja mendorong Qia,” jelas Qia kepada orang tuanya.
“Benar itu baik-baik saja, sudah dikompres?” tanya Bunda.
“Sudah, Bun. Tadi dibantu sama asisten rumah tangga yang ada di sana,” jawab Qia.
“Makannya, besok-besok pakai helm biar aman,” goda Kalandra.
Qia, Riza dan Anne langsung meliriknya dengan sinis.
“Iya-iya, maaf! Cuma bercanda juga,” Kala mengacungkan jari telunjuk dan jari tengah di samping kepalanya.
“Pasien baru kamu itu siapa? Kondisinya parah, ya? Sampai kamu harus datang ke rumahnya.” Giliran sang kakak yang bertanya.
“Namanya Arsen, anak pemilik perusahaan Liam Properti. Kondisinya cukup memprihatinkan, dia depresi berat, buta dan lumpuh. Sebenarnya dia bisa datang ke rumah sakit, hanya saja hari ini papanya harus pergi ke luar kota, jadi tidak ada yang mendampingi,” jelas Qia.
Semua yang berada di ruangan itu mengangguk paham dengan penjelasan sang putri.
“Kalau begitu, Qia pamit ke atas ya? Mau mandi dan istirahat.” Qia meminta izin untuk segera meninggalkan ruang keluarga karena tubuhnya sudah kehabisan energi.
“Oke, Sayang. Istirahat yang baik ya….” jawab Anne dengan senyum meneduhkan.
***
Dua hari sudah berlalu sejak kejadian di rumah Wirawan, hari ini Qia pergi mengunjungi Arsen untuk mencoba mendekatinya kembali. Qia sudah meminta izin kepada Anjani untuk datang ke rumahnya hari ini.
Qia sudah duduk manis di ruang tamu keluarga Wirawan sejak lima belas menit yang lalu. Mbok Mirah mengatakan jika Anjani sedang membantu Arsen untuk sarapan.
“Dokter Qiandra.” Suara Wirawan mengalihkan fokus Qia pada layar ponselnya.