Hujan di Cafetaria sudah redah, tetapi tidak dengan percakapan antara Lucy dan Zidan. Entah sudah berapa lama lama Lucy berbincang-bincang dengan Zidan.
“Apa yang terjadi sebulan lalu sampai kau masuk rumah sakit?” tanya Lucy, teringat kejadian sebulan lalu saat dia dan Ali menjenguk Zidan, saat itu Ali bilang untuk tidak menanyakan kejadian yang menimpa Zidan pada Bunda.
“Aku tidak apa-apa, hanya saja motor yang biasa kukendarai menabrak kendaraan lain. Tidak parah, buktinya aku masih hidup sampai sekarang.” Zidan menjawab dengan santai.
“Bagaimana kau bisa mengatakan kecelakaan itu tidak parah? Kau koma selama beberapa hari, kepalamu diperban. Itu tidak parah?” tanya Lucy, dia menggeleng-gelengkan kepalanya.
Zidan terkekeh. “Kita ambil positifnya saja, setidaknya aku tidak koma selama bertahun-tahun, dan hanya kepalaku yang diperban, bukan seluruh tubuh kan?”
“Terserah kau saja,” gumam Lucy. “Andai saja seluruh dunia mempunyai pikiran sepositif dirimu.”
Ponsel Lucy bergetar, ada sebuah panggilan masuk. Tertera nama El di layar.
“Aku mengangkat telepon dulu.”
Zidan mengangguk singkat.
“Halo, Lucy. Kau di mana sekarang? Aku sudah sampai di sini empat setengah jam yang lalu, apa kau tidak tahu?”
Zidan menoleh sekilas seperti mengenali suara El. Tapi itu hanya prasangka Lucy, karena mana mungkin Zidan mendengar suara El sedangkan Lucy tidak mengaktifkan speaker.
“Aku sudah tahu kau datang,” jawab Lucy.
“Lalu kenapa kau tidak datang kepadaku seperti terakhir kali kita bertemu? Kau berlari-lari hingga terpeleset. Oh ya, aku sudah menepati janjiku, bukankah dulu aku pernah bilang kalau aku akan bertemu lagi denganmu saat ulang tahunmu sudah dekat. Bukankah seminggu lagi ulang tahunmu?” tanya El panjang lebar.
“Ya.” Lucy menjawab singkat karena El menyikat habis semua topik.