Euforia

Varenyni
Chapter #22

Epilog

Rumah yang sebelumnya tampak minimalis itu disulap sang pemilik menjadi rumah dipenuhi balon-balon, di tengah ruang tamu, berdirih kokoh sebuah kue yang membuat siapa saja meneteskan air liur dan di saat bersamaan tidak tega untuk memakannya karena penampilan kue itu begitu elok. Kursi-kursi ditata sedemikian rupa.

Hari Rabu itu, bertepatan dengan umur Lucy yang genap delapan belas tahun. Sebenarnya Lucy tidak mau diadakan pesta mewah seperti itu—walau pesta itu tidak bisa dibilang mewah, karena hanya ada balon-balon, kursi dan kue—tetapi karena permintaan Diaz, Lucy dan Mama tidak bisa menolak.

Teman-teman sekelas Lucy datang, termasuk El. Mereka memberi ucapan selamat pada Lucy dan tidak melupakan tradisi untuk memberikan kado.

Lucy kini duduk di sebelah Violet, di sebelahnya lagi ada El dan Ali, mereka menjadi teman dekat dalam waktu singkat.

“Cepat sekali ya, umurmu delapan belas,” ucap Violet tiba-tiba.

“Bukan cepat, tapi kita saja yang menyia-nyiakan waktu kita hingga tidak terasa sudah hampir dewasa dan masih belum bisa berkarya apa-apa,” jawab Lucy, lantas meminum jus di tangannya.

“Ah, maksudmu ... novel?” Lucy mengagguk. “Tidak apa-apa, yang terpenting penerbit mau menerima novelnya, hanya menunggu hari saja kapan novelmu akan beredar di gramedia.”

“Bukan begitu.” Lucy menarik napas. “Seandainya saja aku berusaha lebih keras, pasti aku sudah menerbitkan dua atau tiga novel.”

Violet tersenyum tipis. “Tidak apa-apa.”

“Hei! Apa kalian tidak merasa ada yang kurang? Sepertinya kita kehilangan pelawak kita?” tanya Ali tiba-tiba.

“Pelawak? Apa kalian punya pelawak untuk ulang tahun Lucy?” celeuk El dengan wajah polos.

Wajah Lucy seketika berubah, apa anak itu lupa kalau Lucy hari ini ulang tahun? Dan kenapa bocah menyebalkan itu tidak datang? 

Sial! Kenapa aku merindukannya? batin Lucy.

Ali menyikut El, dia memberi isyarat agar El mendekatkan telinganya. Ali berbisik, “Maksudku, pelawak itu Zidan.”

Lihat selengkapnya