Euforia

Varenyni
Chapter #1

Prolog

Hujan kembali membungkus kota sore ini. Sangat dingin. Gadis berambut sebahu itu merapatkan mantel yang dikenakannya. Orang-orang berlalu lalang di trotoar dengan payung yang tergengam erat di tangan, anak-anak kecil yang memakai jas hujan berjalan beriringan dengan ibunya, satu-dua terkadang bandel, berusaha kabur untuk bermain air hujan, ibunya berteriak memanggil anaknya, mengomel panjang lebar. Gadis itu terkekeh melihatnya.

Aroma cappucino terasa begitu nikmat menggoda indra penciumannya, uapnya mengepul seiring ia meniup kopi itu sebelum menyesapnya perlahan. Tangan mungilnya menaruh kembali cangkir cappucino-nya, gadis yang kerap dipanggil Lucy itu menopang dagu di atas meja kafe, lantas mengedarkan pandangan ke penjuru Cafetaria.

Sesungguhnya, tidak ada yang istimewa dari tempat ini. Di meja dekat pintu, terlihat empat wanita karier—terlihat dari baju feminim yang membalut tubuh mereka—dengan baju yang sedikit basah karena sempat terjebak hujan di luar, sepasang pemuda-pemudi yang sedang berfoto untuk diunggah di Instagram. Gadis-gadis remaja yang bercengkrama menjadi dominan pengisi keramaian di kafe ini, pemuda-pemuda yang duduk berjarak satu meja dengan Lucy, sibuk membahas pertandingan sepak bola yang telah mereka tonton tadi malam. Kelihatannya seru.

Sedangkan Lucy? Duduk dengan damai di dekat jendela, ditemani secangkir cappucino serta buku catatan kecil dan pena berwarna biru favoritnya. Sebenarnya Lucy sama sekali tidak mempunyai niat untuk singgah di kafe ini, dia hanya pergi ke rumah Violet—teman sekelasnya—untuk mengerjakan tugas kelompok, namun saat perjalanan pulang, cuaca tidak mendukung, dengan sangat terpaksa ia berteduh di kafe ini. Mau bagaimana lagi? Dia tidak mau terserang demam dan bolos sekolah.

Kenapa dia bilang terpaksa? Karena di kafe ini pernah terjadi sejarah besar yang mengubah kehidupannya, Lucy akan menceritakannya nanti. Tenang saja.

Tiba-tiba ponselnya bergetar, membuat Lucy sedikit terperanjat karena melamun. Dia merogoh saku celana, memeriksa ponsel. Sebuah pesan dari Violet, ia mengetuk pesan itu. “Apa kau sudah pulang, Lucy? Jika kau terjebak hujan kirimi aku alamatnya, aku akan mengantarmu pulang.”

Lucy menggetikkan balasan dengan cepat. “Tidak perlu, nanti merepotkanmu. Sebentar lagi El akan menjemputku.”

Lucy bohong jika mengatakan El akan menjemputnya, pasalnya, El baru saja tiba di kotanya untuk mengujungi teman masa kecilnya—Lucy. El jelas tidak tahu kalau gadis itu terjebak di kafe, dan dia tidak mau memberitahu pemuda itu untuk menjemputnya karena pasti akan merepotkan, karena sudah jelas El sangat lelah. Dia baru saja tiba setelah perjalanan panjang. 

Gadis itu hanya berharap agar hujan cepat reda. Saat hujan begini, dia mudah bernostalgia, tentang pertemuan pertamanya dengan dia yang tidak berjalan mulus sama sekali, di kafe ini, di tanggal dan bulan yang sama. Lucy menghitung, kira-kira dia kenal dengannya sudah dua tahun lebih.

Lihat selengkapnya