Awan menggumpal menari-nari di angkasa. Bergerak cepat menuju Utara. Dekor langit hanya warna biru, biru dan putih. Terang benderang.
Aroma bunga melati menebar di sekelilingku. Sesekali kuhirup, semerbak. Sebentuk bau alam yang amat memikat. Beberapa putiknya gugur berjatuhan di terpa angin yang lalu-lalang. Mendayu jatuh perlahan di antara batang pohon yang tepat bersebelahan dengan makam ibu.
Tanggal 2 Mei, jadwal rutinan menjumpai ibu di pusaranya. Tidak banyak yang ingin kuceritakan pada ibu kali ini. Aku bercangkung sambil menanamkan sekuntum mawar di tengah-tengah makam. Kudengar malaikat suka dengan wewangian. Itu sebabnya setiap kali ke makam, aku selalu membawa paling tidak setangkai bunga. Agar bisa memiliki kesempatan dan waktu lebih untuk berbincang dengan ibu. Hendak menyogok malaikat, sungguh pikiran yang amat konyol bukan.
Aku teringat dulu waktu kecil, ibu sibuk meminta supaya akud cepat besar, agar bisa menggandengku berbelanja keliling pasar, swalayan. Lalu duduk berdua di teras rumah sambil menikmati ice cream coklat.
Tinggiku sudah 172 cm sekarang. Jangankan menggandeng, menggendong ibu keliling pasar pun aku sanggup. Teras rumah juga selalu bersih, tapi aku senantiasa terduduk sendirian disana.
Cuaca sedang cerah. Tapi entah kenapa tiba-tiba ada tetes air membasahi tangkai mawar yang kutanam. Setetes lalu setetes. Aku tersadar bahwa itu bukanlah rintik hujan, melainkan air mataku yang sudah menggenang sedari tadi. Meluber tak terbendung.
Meski telah 6 tahun berlalu, wangi ibu masih lekat di ingatanku. Gabungan dari aroma yang lembut namun sedikit menusuk. Yang paling mendominasi campuran aromanya ialah bias-bias bau seperti kemangi. Aku ingat betul akan aroma ini.
Semua bentuk aroma itu tercampur dengan fragmen yang ada di kepalaku saat ibu memeluk erat. Dalam...begitu nyaman.
Tidak terasa waktu berlalu cepat. Matahari menjalar jatuh ke arah barat. Sore ini ada latih tanding Basket di lapangan sekolah. Terakhir, aku berpamitan pada ibu.
"Senang bisa berbincang dengan ibu. Lain kali aku akan datang lagi."
***
Pertandingan memasuki Quarter keempat. Skor 36-40. Kami kalah empat angka. Meskipun ini bukan turnamen, hanya sekedar latih tanding, tetap saja kalah bukan pilihan.
Sekujur badan anggota tim penuh keringat. Bang Arif, senior kami yang sudah kelas dua belas, sekaligus personil tambahan team Basket agak kehabisan napas. Wajar, sebab ia satu-satunya pemain Center kami. Sedangkan Anu dibangkucadangkan karena kandas tenaganya. Joe, yang mengisi posisi point guard, otak dari segala serangan juga tampak kelelahan. Ini akan jadi babak yang sulit.
Peluit dibunyikan. Lawan langsung bermain agresif. Melebar, lalu langsung menusuk ke zona dalam. Sisa tenaga di tim kami tidak banyak. Kusarankan pada Joe sebisa mungkin tetap menggunakan zone defense sampai 3 menit terakhir.