Mungkinkah ini yang disebut pandangan pertama? Reaksinya teramat menakjubkan. Perasaan nervous, canggung, senang dan penasaran bercampur jadi satu. Ritme degup jantung yang berubah. Tersendatnya napas. Kepala yang menolak untuk berpikir, kosong dan hanya terkesima. Menjadikan waktu tak ubahnya air di musim dingin, seakan membeku untuk sesaat.
Dia duduk tepat di sampingku. Tidak acuh. Pandangannya fokus ke depan. Kami hanya berjarak tapak jalan. Sela-sela untuk dilintasi.
Baru di kelas tiga SMP ini aku melihatnya. Sungguh magis, paras wajahnya menyihirku seketika menjadi Qais dalam hitungan detik. Yang tergila-gila pada Layla. Layla yang menjelma di mataku menjadi gadis itu.
Sementara komplotanku para begundal sekolah yang tiada hari tanpa mampir ke ruang Badan Konseling sibuk menggodanya. Diprakarsai oleh Joe dan turut bergabungnya beberapa begajul-begajul tambahan, maka tanggal 10 Februari komplotan kami resmi didirikan.
Namun dikarenakan Joe jarang hadir ke sekolah yang sebabnya bermacam-macam; mulai dari malas, kelelahan, sakit, bangun kesiangan, saudara meninggal, kucingnya ambeyen, kena gendam, kesurupan, dan lain hal sebagainya, maka dengan berat hati ia harus kami mutasikan. Posisinya digantikan oleh Kojek.
Jelas dari segi apapun; ketampanan, ragam aksi, gaya modis, pola tingkah, suara ngebas, poni lempar, uang jajan dan semua hal yang ada pada Kojek mendukung performanya menjadi seekor kelinci ulung. Bakat-bakat kelincinya telah tampak sejak kelas 1 SMP dan masih terus berkembang.
Pertama kali ia menunjukkan bakatnya ketika mempersembahkan puisi nan romantis kepada guru sejarah kami yang memang bukan sembarang lembut paras dan perangainya. Yang bahkan juga jadi incaran guru-guru lelaki yang masih melajang dan target bagi guru-guru yang masih beristri satu.
Aku mencari yang lebih indah...
Semenakjubkan Lazuardi di musim gugur
Tak berbilang, mengagumkan laksana Siren
Yang mampu menyihir semempesona Cleopatra
Sememikat serupa dirimu.
Keren betul kata-kata puisi Kojek. Tak satupun kalimatnya kumengerti. Hampir hari-hari kudengar Kojek berpuitis. Jika tidak ada gadis yang bisa digoda, aku pun jadi sasarannya. Kurasa Kojek terkena sindrom poeticalation. Aku namai seperti itu. Bahasa lain dari puitisasi. Sindrom yang pertama kali kujumpai pada diri Kojek. Apa ada orang di dunia ini mengidam sindrom yang kelakuannya sama seperti Kojek? Entahlah, belum pernah aku cek.
Setiap pergantian tahun ajaran selalu ada rekontruksi siswa di seluruh kelas. Murid-murid akan dirotasi kembali. Jadi kemungkinan besar struktur muridnya akan berubah pada setiap kelasnya. Setelah diacak, sekarang tahun ketigaku sekelas dengan Kojek. Dan ini tahun keduaku duduk bersebelahan dengannya. Nasib betul.
Aku seakan terasuki episode bipolar. Diapit dua kutub sekaligus, perasaan asing yang menakjubkan di arah timur -gadis penuh misteri itu- dan benci setengah mati tepat di samping kiriku Kojek-.
***
Ada pepatah mengatakan tak kenal maka tak sayang tapi sepertinya itu tidak berlaku padaku. Belum kukenal gadis elok itu tapi sudah jatuh hati dibuatnya.
"Abdul Razak!"
Guru memecah lamunanku. Nada tinggi ia mulai mengabsen satu per satu. Seperti umumnya dimulai dari nama yang berawal huruf A.
Kojek mengangkat tangan. Jika kau berpikir nama itu bagus... ya, aku juga. Hanya saja kebagusan itu telah dikhianati Kojek jauh-jauh hari.
Entah perbuatan tercela apa yang telah ia lakukan, sehingga nama yang indah nan bermartabat itu berubah jadi Kojek. Panggilan yang sudah tersemat padanya jauh-jauh hari sebelum aku berteman dengannya.
Lalu guru memanggil nama selanjutnya. Kemudian nama-nama pada kolom huruf B, C, D, dan seterusnya. Hingga namaku dipanggil.
"M.Tereza Gibran Arkam!"
Aku mengangkat tangan. Sudah sampai huruf R, tapi nama gadis itu tidak kunjung disebut. Siapa nian nama gadis itu? Aku sungguh penasaran.
Biasanya selalu ada name tag pada seragam sekolah. Namun kuperhatikan hal itu tidak ditemukan pada seragamnya. Mungkin baju yang dipakai sekarang adalah baju baru. Mengingat ini hari pertama kami memasuki tahun ajaran baru.
Banyak siswa yang barang-barangnya serba baru. Kojek sendiri hampir di setiap lapisan yang melekat di tubuhnya baru. Baju baru, tali pinggang baru, sepatu baru, sepasang kaos kaki baru, tidak lupa juga setelan rambut baru. Hampir semuanya baru. Tingkahnya saja yang sudah kadaluarsa.
Setelah disebut nama terakhir dalam kolom huruf S. Tiba-tiba sebuah nama...
"Tania Nadzifah!"
Gadis itupun mengangkat tangan. Aku terpana. Oh... Jadi itu namanya. Indah betul rangkaian frasenya. Arti namanya lebih elok lagi: Peri, bidadari nan suci. Selaras dengan rupanya.
***