Eunoia

Name of D
Chapter #11

Fragmen ke-9 : Escherichia Coli

Minggu-minggu akhir semester, entah kenapa guru jarang masuk kelas. Kekosongan pelajaran biasanya dimanfaatkan teman sekelas untuk menonton. Mereka seolah beraklamasi memutuskan film yang akan diputar bak Dewan Pemerintahan Rakyat merumuskan Peraturan Perundang-undangan. Dibandingkan membahas soal-soal, seluruh penghuni kelas lebih berhasrat menghidupkan infokus lalu memutar film. Inilah dahsyatnya mereka, tak acuh, walaupun telah kelas 12 dan semester depan akan berpapasan dengan momok mengerikan Ujian Nasional, mereka tetap santai. Sementara aku, selaku ketua kelas ditumbalkan mereka untuk bernegosiasi dengan guru apabila tertangkap basah sedang menonton. Jenius sekali.

Selagi yang lain asik menonton, aku duduk termenung. Tak habis pikir pada diriku. Tak ada angin, tak ada hujan, cuma mendung, kenapa bisa tiba-tiba terkesima dengan Elvisa. Dirinya tampak lebih jelita semenjak kejadian di lapangan basket kemarin. Begitu mempesona layaknya titisan Cleopatra yang menulis ulang silabus kecantikan dan daya tarik yang sudah dari dahulu tersematkan di kurikulumku. Semuanya terubah drastis setelah kejadian tempo hari. 

Coba kuterawang mencari sebab musabahnya. Menyelisik jauh ke awang-awang. Menyusuri segala kemungkinan logis yang tersebar. Dari semua dugaan rasional yang ada, kupilah yang paling bisa diterima nalar. Yang paling mampu diterima pemikiran. 

Bisa jadi aku terkena gendam, ogan atau pelet yang salah sasaran. Atau mungkin juga Elvisa menyemai susuk di wajahnya baru-baru ini hingga mengimpresiku kesengsem tidak karuan. Mungkin....

"Eza!"

Suara menyeruak memecah lamunanku.

"Uang kas!" Pinta Syafira.

Sebenarnya Syafira itu sekretarisku. Sekretaris kelas lebih tepatnya. Berkat inisiatifku yang berbentuk udang di balik batu, dia merangkap jabatan menjadi bendahara juga. Wewenangnyalah mengatur seputar aliran dan pengalokasian dana kelas. 

Secara fisik, kualifikasi tampilan menantu idaman telah terhimpun penuh padanya. Gadis hijab fashionable berkulit putih segar nan bening, berparas baby face dihiasi mata bulat sedikit kecil serasi dengan hidungnya yang terbilang mancung. Berkaca mata sehingga terkesan cerdas. Pintar memasak dan mahir menyapu. Ditambah nilai A plus juga muncul akibat gigi rapinya yang tampak memikat saat mulutnya terbuka. Belum lagi fakta tentang tubuhnya yang langsing aduhai semakin menjelmanya menjadi gadis dambaan. Inilah alasan dibalik inisiatifku tadi. 

Tapi sedikit pil pahit harus ditelan oleh para jejaka yang mengeluh-eluhkannya, mengingat dirinya adalah seorang yang tidak acuh dan cerewet tak kepalang. Meski mulut Syafira bisa menyemburkan kalimat berkecepatan cahaya, denganku ia ramah ... sesekali. Namun kuakui dari empeduku yang paling dalam, untuk urusan administrasi ia orang yang sangat sangat sangat bisa diandalkan.  

"Eza, entar istirahat temeni aku beli buku ya?"

"Buku apa? Buku Nikah?" tukasku spontan. 

Entah kenapa setiap kali ia bicara, ada yang membisik dari dalam diriku. Mensugesti untuk merayunya. Entah itu apa, tapi mungkin lebih mirip semacam naluri bawaan. 

"Entah apa kau ini! Buku absenlah! Tadi disuruh Pak Yono, sekalian beli cermin kelas. Lihat tuh uda pecah!" Nadanya ketus macam biasa. 

Lihat selengkapnya