Setelah mendengar kabar dari Joe, selepas Isya kuayunkan langkah ke sekolah. Harapanku sederhana, semoga bisa menemukan kamera Elvisa lalu mengantarkan benda berharga itu ke rumahnya. Sesekali bolehlah aku tampak seperti pahlawan-pahlawan dari negeri dongeng.
Malam di sekolah berbeda dengan malam di jalanan. Padahal nyatanya malam, ya malam, tidak ada bedanya di manapun. Tapi malam yang bertengger di atas sekolah seakan terpisah dari dunia. Serasa berada di alam lain. Seram lagi menyeramkan.
Purnama purna dan rembulan memancar terang. Sinarnya memantul di antara embun-embun di rerumputan dan dedaunan. Angin bertiup perlahan. Silir-semilir. Udara merenggang, merekayasa kesejukan, namun merasuk ke sukma. Ditambah lagi remangnya suasana sekolah dan kelas-kelas yang telah kosong. Sepi tanpa suara. Mengingatnya saja sudah cukup membuat merinding.
Sesampai di gerbang sekolah, kupanggil penjaga sekolah. Kemudian menerangkan hajat kepentinganku.
"Ya, silahkan, nak. Boleh." Lugasnya.
"Tapi hati-hati loh, mana tau tiba-tiba ada yang ngikuti di belakang." Ujarnya menggoda.