Setelah kegagalan kemarin malam. Aku berniat melanjutkan misi pada minggu pagi. Jam setengah enam kurang kutelpon Fahmi.
"Ada apa ni Za, tumben nanyai rumah Elvisa?"
Wajar ia curiga. Aku amat jarang acuh dengan alamat orang lain. Kecuali orang-orang terdekat. Fahmi juga tahu kalau intelegensiku di bawah garis idiot dalam menghafal jalan. Bingung juga menjawabnya. Tidak mungkin kuutarakan maksud yang sebenarnya. Tak apalah berkilah sedikit.
"Oo, ya ya, aku paham aku paham. Rumahnya di daerah Simpang Pos, Za."
Di mana itu? Dari awal kalau perkara nama jalan jangan berharap aku tahu. Semenjak dari janin hampir tidak ada nama jalan yang kuhafal, konon lagi nama persimpangan. Untuk ke rumah nenek sendiri saja yang sudah puluhan kali ke sana, sampai sekarang tidak ingat nama jalannya.
Kutanya lagi Fahmi di mana tepatnya Simpang Pos itu? Dengan diapit kata 'tolong' di awal dan akhir kalimatnya.
"O, gampang, dekat kok Eza. Kalau dari rumahmu tinggal kau pergi ke simpang. Abis itu belok kanan. Lurus terus nanti jumpa simpang pasar 1. Jangan belok kanan, apalagi belok kiri, nggak usah dipeduliin itu, lurus aja. Kalau uda jumpa simpang pasar 3, bantai lurus! Sampai kau jumpai lagi simpang, Za. Dari simpang Ringroad, simpang yang kalau dari rumahku ada toko kelontong di sebelah kirinya, di sebelah kanannya tanah kosong tempat DISHUB nongkrong biasanya di situ."
Aku mulai bingung. Fahmi menjelaskan sedikit terlalu cepat. Belum lagi siap membayangkan ia melanjutkan arahannya.
"Nah, dari situ belok ke kiri. Lurus aja, terus, terus, terus, terus. Sampe' lewat delapan kedai remang-remang. Nanti Jumpa simpang besar, Kau ambil jalur sebelah kanan ..."
Aku tidak mengerti penjelasan Fahmi.
"Jelas, Za?"
Rasa-rasanya Fahmi juga meragukan penjelasannya. Adakah rute jalan lain yang lebih mudah diingat.
"Jadi kira-kira gini Za. Kalau nggak lewat jalan ini aja. Pertama lewat Jalan Susuk. Sampai di depan pintu Doraemon belok kanan..."
Perlu kujelaskan sebentar, sebenarnya pintu Doraemon adalah tembok yang dijebol demi dijadikan akses jalan potong untuk bisa ke banyak jalan lainnya. Alasan awal kenapa tembok itu dijebol agar para Mahasiswa bisa lebih menghemat waktu ke Universitas Sumatera Utara tanpa harus memutar jalan yang lumayan jauh. Tapi ukuran jalannya kecil, hanya muat untuk satu becak atau dua sepeda motor. Karena jalan itu memang dasarnya diperuntuhkan untuk pejalan kaki. Tidak tahu siapa yang memprakarsai, pintu itu tiba-tiba digelari nama pintu Doraemon oleh masyarakat. Mengingat fungsinya yang begitu rupa bagi kehidupan mahasiswa mungkin kelak pintu Doraemon akan jadi situs bersejarah kota Medan suatu hari nanti.
"Bentar ya...uda sampe' mana kita? Lupa pula aku, Za."
Dia hanya lupa, aku bahkan tidak ingat. Lalu Fahmi melanjutkan arahannya.
"Oya, Jalan Pembangunan. Nah, dari situ nanti kau belok kanan, lurus aja. Jumpa simpang tiga kau belok kiri. Lurus lagi, entar jumpa simpang tiga yang pertama, kau belok kanan, Za. Ingat Za, simpang tiga yang pertama! Jangan kau lupa itu."