Semenjak sore kemarin, hubungan aku dan Elvisa memasuki fase baru. Yang mulanya just friend pindah kelas ke short distance relationship alias berkencan. Selalu geli mendengarnya.
Mentari pagi berseri-seri. Digodanya aku dengan kilat cahaya, seakan sudah tahu betul apa yang terjadi kemarin sore di ruang kelas. Di sekeliling kursi Sang Angin riuh meminta penjelasan tentang kabar yang ia dengar. Mencolek aku berkali-kali, tidak henti-henti. Aku tetap bersikukuh, tidak sudi menjelaskan. Itu rahasia. Cukuplah kabar angin tetap menjadi kabar angin. Maka pergilah ia.
Aku pun beranjak mengenyahkan diri. Hendak menjumpai Elvisa. Reaksioner jatuh cinta memang luar biasa. Saraf motorik yang mengantarkan perintah untuk menutup mata dan tidur segera, mogok di tengah jalan. Tidak pernah sampai ke tujuan. Alhasil aku tidak bisa tidur semalaman.
Sel-sel saraf kepala memadat, tidak jemu-jemu memikirkan Elvisa. Mulutku rusuh sudah tak tahan sekedar ingin mengucapkan "selamat pagi" kepada Si Peri Hutan itu. Darah mendidih, seakan dipompa lebih cepat. Bolak-balik ke kepala, lalu kembali ke jantung, kemudian ke kaki, lalu memutar lagi ke jantung. Begitu berulang-ulang. Kian menitnya kian cepat. Mungkin inilah namanya rindu. Rindu memang selalu sepaket dengan jatuh cinta. Jika kau jatuh cinta, pastilah kau juga mendapat bonus rindu. Luar biasa.
Dalam kelas Elvisa sedang cekikikan dengan Dyta. Dyta yang mengetahui peristiwa kemarin mengganggunya habis-habisan. Mengoyakan secarik kertas lalu menirukan gayaku saat pengutaraan isi hati itu.
Teman-teman lain yang tidak tahu-menahu, melihat mereka berdua keheranan. Pastilah mereka duga dua makhluk itu sedang kerasukan roh halus. Sejurus kemudian Dyta melihat ke arahku Ialu terkekeh. Keluarlah kata ciri khas ejekan untuk kaum-kaum yang baru dilanda cinta.
"Ciiiieeeee."
Ah, aku benci susunan huruf itu. Membuat hati tegelitik, senyum simpul adalah visualisasi paling tepat untuk merespon yang barusan terjadi. Elvisa jadi salah tingkah. Dia malah senyum-senyum tidak karuan. Akupun canggung jadinya. Tapi bukan karena Elvisa senyum-senyum sendiri. Bukan juga karena Dyta yang tergelak keras. Atau karena aku baru teringat kalau aku salah menyusun roster, yang harusnya hari sabtu kususun jadi hari jum'at. Bukan itu juga. Melainkan dikarenakan teman-teman sekelas Elvisa yang melihat kami menatap penuh curiga. Tentulah mereka dapati ada gelagat yang tidak seperti biasanya. Jelas mereka mencium aroma yang tidak beres.
Sejujurnya aku sedikit minder jika ketahuan sedang menjalin hubungan dengan Elvisa. Kau tahu sendiri, dari segi apapun Elvisa adalah gambaran siswi yang luar biasa. Dalam segi prestasi tidak perlulah disebut satu per satu pencapaiannya, lelah kau nanti mengingatnya.
Perihal nama, dirinya amat aktif, murid kesayangan, anak emas sekolah. Seorang yang taat peraturan, disiplin, penyantun, dan ceria. Sehingga amat disayangi teman-temannya. Sosok yang fasih berbahasa dan selalu tampil. Hampir semua guru dan pegawai hafal dengan wajah dan namanya.
Sedangkan aku jika ditanya soal prestasi, sungguh amat mengiris hati. Prestasi terbaik adalah masuk ranking 25 besar. Itu sudah titik darah penghabisan. Dan ada satu lagi, yaitu mendirikan ekstrakulikuler basket yang sampai sekarang tidak tahu gunanya untuk apa. Selain membantu menghabiskan anggaran sekolah tentunya. Cuma itu.