Eunoia

Name of D
Chapter #23

Fragmen ke-21: 128√e980

Penelitian menyebutkan bahwa wajah hakikatnya tidak hanya berperan sebagai monitor dari kondisi hati. Mekanisme ekspresi wajah dapat berlaku sebaliknya. Dimana sebenarnya ekspresi wajah mampu mempengaruhi nuansa hati.

Secara sadar ataupun tidak sadar Elvisa sepertinya mempraktekan hal ini. Mencoba membujuk hatinya dengan menampilkan mimik muka menyejukan. 

Saban hari yang kuhabiskan dengannya, kutemukan 4 tipe senyum di balik sikapnya yang enerjik.  

Tipe yang pertama: kusebut sadness smile. Senyum lebar yang dipaksakan. Sangat tampak di bagian kantung mata dan bagian alis mata yang sedikit menaik. Selalu dikeluarkan kala kondisi hati buruk, senyum inilah yang melambai-lambai. Dan bila kutanya, "Ada apa, Elf?" Akan selalu dijawabnya dengan kalimat yang sederhana, tapi sebenarnya memiliki makna yang luas lagi rumit, "Nggak apa-apa kok."

Tipe yang kedua: photography smile. Gigi Elvisa ikut ambil peran di senyum ini. Jam kerjanya setiap kali Elvisa sadar kamera.

Tipe yang paling misterius ialah jenis madness smile. Pola bibir membentuk panjang asimetris. Matanya mencembung seolah berkata "I'll do something". Jikalau senyum ini ditunjukan padaku, sepantasnya aku memasuki level siaga.

Serta yang paling menarik dari semua tipikal senyum yang dimilikinya, ialah naturally smile. Otot zygomatic mayor berperan besar dalam hal ini. Bentuknya sederhana tapi selalu berhasil membuatku terpana. 

***

Suatu waktu, kereta keluarga Elvisa sempat raib dogondol maling sialan. Akibatnya Elvisa berangkat dengan angkutan kota. Apa salahnya naik angkutan kota? Tidak ada memang. Hanya saja rute jalur angkutan kota memutar, sehingga Elvisa sering kehilangan banyak waktu.

Lagi-lagi, seperti biasa ia menyembunyikannya dariku. Ia mengaku tidak mau merepotkan. Khawatir akan kujemput tiap pagi.

"Kau kekasihku! Bukan supirku." Ungkapnya tatkala kutawarkan jasaku yang ala kadarnya.

Keesokan hari, pagi-pagi buta aku nekat saja menjemputnya. Tanpa pemberitahuan terlebih dahulu.

Kutunggu Elvisa di rute yang biasa dilaluinya untuk menunggu angkutan kota. Kenapa tidak di rumahnya langsung? Karena daya kesan, kawan. Aku membayangkan kami berpapasan di jalan macam adegan di film-film. Anggaplah seolah-olah seperti ketidaksengajaan pertemuan. Meski faktanya, arah rumah kami berlawanan arah. Tapi siapa yang peduli. Intinya aku hanya ingin menjemputnya dengan cara yang menurutku keren. Plus kubawakan ia sebatang coklat sebagai mood booster pagi hari.

Gelap langit mulai menerang. Bayang-bayang bulan meringkuk hilang. Hampir 30 menit aku menunggu. Waktu masuk sekolah 10 menit lagi. Kudatangi rumah Elvisa, tampak sepi. Seketika aku tersadar, bahwa Elvisa sudah pergi sejak tadi. Kenapa kami tidak berpapasan? Bisa jadi Elvisa mengambil rute yang berbeda atau mungkin beda selisih waktu denganku.

Alhasil, aku terlambat ke sekolah. Celakanyanya lagi, Kepala Sekolah sendiri yang turun tangan menyidangku. Dikarenakan keretaku yang sedang mengalami cacat cela di penampilannya. Serta helm yang tertinggal di rumah.

Lihat selengkapnya