Eunoia

Name of D
Chapter #24

Fragmen ke-22: 12 April

Elvisa menjelma sebagai sebuah puisi. Ia mewarnai tarikan-tarikan garis keindahan dalam kehidupanku yang kosong sekian lama. Menarik tuas-tuas gairah untuk bangun di tiap pagi dan menghidupkan tombol senyum pada tiap malam. 

Memberikan tujuan kemana aku harus memacu kedua kaki untuk melangkah. Bergantian, cepat seperti mesin. Merontokkan pesimistis yang sedari dulu hilir-mudik di depan mataku. Lalu menggantinya dengan banyak suplai bahan bakar cinta yang senantiasa untuk terus semangat melihat kehidupan ini.

Dulu semenjak kehilangan ibu, tidak ada yang mampu kulihat dari kehidupan ini. Berupa kekosongan, tanpa tanda. Tidak pada orang-orangnya. Tidak pada teman-teman. Sekolah adalah kamar tidur dan ruang interaksi yang aku tidak termasuk di dalamnya. Awan hanyalah awan. Gugus bintang tidak lebih dari titik-titik yang terserak secara acak di kerajaan malam. Senyum adalah pengalihan rasa. Nafas sekedar kawan yang menemaniku setiap saat. Tapi tak pernah acuh, tidak pernah peduli, hanya sebatas menemani karena terpaksa.

Namun sekarang berbeda. Siulan burung sudah seperti melodi merdu yang terputar secara automatis pada tiap pagi. Hujan seperti kabar rindu. Angin menjadi kurir yang suka berbisik-bisik. Sekolah berupa saksi bisu yang sering tertawa-tawa dan si peninggal kesan diam-diam. Hari-hari adalah kanvas kosong yang aku berharap dilukis indah nan menawan oleh sang pagi. Karena sang pagi ialah kunci waktu dimana aku bisa berjumpa dengan Elvisa pertama kali, sepanjang hari.

Elvisa duduk manis di sampingku. Kakinya begoyang-goyang, ceria dan manja. Dia bertanya tentang ibu. Bagaimana ibu dulu saat masih hidup. Seperti apa rupa ibuku. Sebab apa ibu meninggal.

"Kalian berdua mirip, Elf. Punya kesamaan."

"Mirip? Apanya yang sama?" Terheran-heran.

"Sama-sama indah senyumnya. Sama-sama punya ruang tersendiri disini. Sama-sama kusayang" Menunjuk jantungku.

Elvisa terpegun lalu melempar mukanya bak bambu tersapu angin. Pipinya memerah.

"Kalau gitu kapan-kapan ajak aku jumpa sama ibumu, Za."

Aku hening. Jumpa ya? Tidak pernah sekalipun aku membawa orang ke pusara Ibu.

Lihat selengkapnya