Eunoia

Name of D
Chapter #25

Fragmen ke-23: Teruntukmu Rivalku, Ryan

Balita adalah salah satu konstruksi yang unik. Jika dipikir-pikir seperti memiliki kekuatan magis. Apapun yang mereka lakukan selalu tampak lucu dan menggemaskan. Penelitian bilang itu bagian dari bentuk mekanisme pertahanan diri mereka. Namun menurutku hal itu lebih seperti simbol dari kepolosan tiada tara.

Ryan pun tampak menyihir seperti itu. Umurnya mungkin kisaran 2 sampai 2.5 tahun. Berbadan gempal, putih, dan kulitnya mulus persis pantatnya yang lembut. Pahanya besar dan menggiurkan, yang setiap kali melihatnya aku tidak tahan ingin membalutnya dengan tepung ayam goreng. Sangat mengundang selera.

Elvisa pun macam tersihir dengan makhluk kecil yang kalau bicara tidak pernah jelas itu dan kalau kencing tidak pernah bilang. Elvisa tampak amat lepas dan bahagia. Pemandangan yang diam-diam selalu kunikmati setiap detiknya. Indah betul. Korelasi sifat keibuan dan bocah super polos selalu membuatku terpukau.

Ryan merupakan anak tetangga yang dititipkan pada Elvisa tatkala ibunya pergi bekerja. Dengan begitu Ryan mendapatkan pengasuh yang cantik luar biasa. Sungguh konspirasi yang canggih.

Benar saja, karena sering diasuh Elvisa dan bagaimana perhatian Elvisa padanya, ia menganggap Elvisa punyanya seorang. Yang lain tidak berhak atas pengasuhnya yang cantik nan manis itu.

Quality time jatahku dengan Elvisa sering diusiknya. Selalu minta digendong dan keliling ke mana-mana. Jika duduk berbincang dengan Elvisa yang sedang memangkunya, pastilah tangannya mengusap-usap wajah dan mulut Elvisa seakan tak rela perhatian Elvisa teralihkan darinya. Meski seujung kuku.

Ketika aku menggenggam tangan Elvisa, maka secepat kilat makhluk kecil gempal berbau baby oil itu menyingkirkan tanganku. Lalu meletakan tangannya di atas telapak tangan Elvisa. Kemudian mereka berdua saling bergenggam mesra. Sambil menatap padaku, yang dari roman-romanya mencoba berkata, "She's mine."

Maka berubahlah Ryan yang awalnya balita lucu menggemaskan menjadi bocah tengil menyebalkan. Dia sendiri pun seakan menganggapku sebagai rivalnya. Setiap kali aku datang ia langsung mendekap Elvisa macam ketakutan kalau-kalau Elvisa kuculik darinya.

Jika kalah saing memperebutkan perhatian Elvisa, keluarlah jurus sakti mandragunanya, menangis sejadi-jadinya. Elvisa pun berlalu dan pasti mengusirku jauh-jauh. Melihat keinginannya terkabul, Ryan senyap lagi.

"Atatata, mbrrm, oce." Bahasa bayinya keluar. Mukanya berubah sumringah.

Cuma kata paling belakang yang kumengerti: "oke". Kesal hatiku gara-garanya. 

Sesekali kuajak Elvisa berbincang di luar, di tempat lain. Mana saja, yang penting yang tidak ada makhluk gempal putih mulus itu yang mengganggu. 

"Maaf...nggak bisa, Za. Ryan lagi nggak ada yang jaga. Lain kali ya..." 

Entah kenapa aku serasa cemburu. Cemburu pada anak kecil. Yang kalaupun ditakar-takar, sebenarnya aku jauh lebih tampan darinya. Persaingan untuk perhatian memang aneh. Tidak habis pikir dengan diriku.

Lihat selengkapnya