Eunoia

Name of D
Chapter #32

Fragmen ke-29: OSPEK

Aku ingat beberapa nama, salah satunya Zuraidah Ulfa. Tertulis pada kardus berikat tali yang tergantung di lehernya. Ilmu dan Teknologi Pangan tambah keterangan tentang Jurusan yang ia masuki. Serupa diriku.

Sebelah kiri bila dilirik dengan seksama, tampaklah beberapa orang berperawakan botak tertunduk lesuh macam sedang meratapi dosa. Sedangkan bila menoleh ke sebelah kanan akan ada pemandangan yang masih sama, para pria botak duduk bersimpuh persis penyembah berhala. Lalu saat menghadap ke depan, disanalah berdiri para durjana yang berteriak-teriak pakai toak. Berorasi menggebu-gebu menghasut para pria botak agar patuh layaknya hamba sahaya. 

Dalam lingkungan seperti itulah kami diberi asupan orientasi. Sebuah eufemisme lain dari kata trial kerja rodi.

Tepat di depanku komandan resimen teriak, "Kecebong Hanyut!".

"Gas Pol! Gas Terroosss!" Jawab botakers (julukan para pria botak termasuk aku sendiri di dalamnya) serentak.

Yel-yel dari group kami, cacat tanpa rekayasa. Suara lantang yang tadi terdengar di awal itu suara Kojek. Ya, benar sekali. Kojek yang menjadi Komandan Resimen di kelompok kami. Sepertinya garis nasib sudah mengikat mati antara aku dan Kojek. SMP, SMA, Kuliah di Fakultas yang sama di Universitas yang sama, bahkan masa dalam orientasi mahasiswa baru pun bisa-bisa bergabung di satu kelompok. Dari beribu-ribu mahasiswa baru, dari berbagai probabilitas, namun nyatanya sekarang aku berdiri tepat di sebelahnya. Terbayangku bisa saja kami menikah di pelaminan yang sama kelak. Segera aku bermunajat pada Tuhan supaya itu tidak terjadi.

Fakultas Pertanian di kampus terkenal keras mengadakan orientasi. Juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai senioritas. Pada hari-hari orientasi mahasiswa, senior punya aset 85% dalam acara. Dan punya saham 87-90% terhadap mahasiswa baru. 

Maka berubahlah penampilan kami mahasiswa baru jadi lebih berkesan dibuat mereka. Pakaian kemeja putih bersih dengan buah pete keramat 7 biji yang diikat bak dasi para calon DPR yang gagal menang. Celana hitam yang terlilit tali pinggang kelas wahid, tali rapia dengan gantungan kaleng-kaleng rombeng. Berpadu dengan aksen kaos kaki sepak bola yang belang warnanya antara sebelah kiri dan kanannya, sehingga menambah kesan sakit saraf. 

Untuk menghindari sengatan matahari dan panasnya hidup serta cerca para senior yang korslet arus otakknya, kami diwajibkan memakai topi caping macam Raiden di serial Mortal Kombat. Tidak lupa peralatan perang cangkul yang berfungsi untuk memacul kepala senior kalau-kalau amarah encok. Identitas dan informasi DNA kami dapat dilihat pada kardus yang tergantung di depan dada masing-masing. 

Miriplah rupa kami macam pengusaha tani yang depresi karena ditinggal isteri, hidupnya dililit hutang berkepanjangan, lahannya digarap pebisnis, hasil panennya ditipu tengkulak, bantuan subsidinya dikorupsi penjabat dan kesejahteraannya dikhianati pemerintah.

Ospek bukannya menjadi kegiatan pengakraban melainkan malah jadi pengenalan representatif akan penyiksaan kerja rodi yang pernah terjadi di zaman Kompeny dulu. 

Senioritas menjadi kata yang paling angker di kampus. Gara-garanya para mahasiswa baru dikerjai tidak karu-karuan. Dijahili habis-habisan. Sutradara dari semua tindak aksi yang otoriter ini tidak lain dan tidak bukan ialah para mahasiswa yang urat kepalanya hampir putus. Para Mahasiswa tua adalah makhluk setengah dewa yang titahnya tidak boleh dipersoalkan. Laksanakan, cuma itu pilihannya.

Bukan tanggung, hal sampai dipatrikan dalam undang-undang tidak tertulis yang entah dari mana asal-muasalnya, entah siapa pencetusnya, dan entah siapa pula yang setuju. 

Bahkan jika dicari di manuskrip-manuskrip masa Jepang belum tentu dijumpai pangkalnya. Undang-undang ini pun sudah seperti indikator nilai norma-norma yang tersebar di kalangan mahasiswa kampus, tidak bisa diganggu gugat meski negara api menyerang.

Pasal 1: Senior selalu benar.

Pasal 2: Jika senior salah kembali ke pasal pertama

Pasal 3: Sama seperti pasal kedua

Pasal 4: Juga sama seperti pasal kedua dan ketiga

"Pasal 5: Nggak usah sibuk kali kelen. Kelen ikuti aja pasal 1."

Lihat selengkapnya