Eunoia

Name of D
Chapter #34

Fragmen ke-31: Rasi Bintang Selatan

Sepanjang malam kupandangi rasi bintang selatan. Bertanya-tanya tentang kabar Elvisa bagaimana. Sempat kusarankan untuk jangan mengikuti inagurasi atau di Fakultas tempat Elvisa dinamai Inisiasi. Apapun sebutannya tetap aku khawatir. Takut dia kenapa-kenapa. Tapi tetap saja Elvisa berkeras.

"Tak apa, usahlah khawatir, Za. Aku akan jaga diri kok."

"Inagurasi itu nggak terpantau, Elf. Nggak ada Dosen. Cuma para senior. Gimana pula aku nggak risau."

"Aman. Ada senior yang baik juga kok yang ikut. Aku bisa jaga diri. Tenang aja."

Ia menunjukkan kepalan tangannya yang sebesar kue apem. Meyakinkanku agar percaya bahwa dalam kepalan tangan kue apemnya tersimpan tenaga kuda liar sumbawa.

Minim faedah yang didapat dari kegiatan inagurasi. Selama ini yang ada para mahasiswa baru hanya jadi bulan-bulanan dan bahan lelucon untuk dikerjai habis-habisan. Diperintah-perintah untuk melakukan hal yang diluar nalar manusia yang sehat imannya. Mulai dari disuruh merayu pohon beringin, mengemut satu permen yang digilir ke beberapa mulut, menghabiskan nasi porsi jatah dua kuli hanya dengan lauk ikan pora-pora goreng plus garam beriodium yang minim gizi. Hingga berendam di danau pada tengah malam saat setan sedang pesta porah. Sampai kegiatan yang tidak pernah terlintas pada pikiran intelek normal manusia.

Lagi pula selama ini berdasarkan pengalamanku yang sempat diwisuda menjadi alumnus geng begajul dan sudah cukup banyak jam terbang bergaul dengan para senior yang memiliki kelainan jiwa, yang entah dari mana dan entah apa pula sebabnya kenapa aku bisa dekat dengan mereka, dapat kusimpulkan: bahwa senior yang baik hati dan ramah tamah serta peduli terhadap para juniornya memang terbilang banyak. Tapi para senior yang sakit saraf jauh lebih banyak. 

Bisa-bisa habis Elvisa dikerjai mereka. Jauh alasan mendasar dari semua keenggananku ialah takut Elvisa dilecehkan, sementara aku berada jauh dan tiada upaya untuk berbuat.

"Nggak apa sayang. Janji."

Aih, kata sayang itu selalu sulit untuk ditolak. 

"Elf, yakinkah kau? Aku tetap khawatir." Nadaku memelas.

"Nggak." 

"Kan!"

"Eh, iya-iya. Yakin." Tertawa-tawa.

"Aku janji, kalau ada apa-apa, aku pasti kabari."

Tatapanku tajam. Lurus macam jalan tol. Masih ragu dan tak rela.

Lihat selengkapnya