Kadang aku berpikir tentang cita-cita dan kemana jalan hidup ini mengarah. Bagi sebagian besar meraih cita-cita merupakan jalan hidup mereka yang akan dan harus mereka lalui. Tiap hari bangun pagi penuh semangat. Belajar jadi letih yang diharap-harapkan. Sambil sesekali berkhayal bagaimana suksesnya mereka di masa depan. Nikmat betul hidup seperti itu.
Namun bagi sebagian kecil manusia menyedihkan seperti aku, yang tidak punya keinginan apa-apa dalam hidup ini -selain permintaan semoga esok hari masih bernapas- hidup menjadi sangat membosankan dan hambar. Macam orang linglung bingung harus berbuat apa. Terjebak dalam siklus yang memprihatinkan: Bangun, makan, ke kampus, dimaki, melamun, ketiduran, terkadang praktikum, lalu pulang ke rumah.
Tapi pun begitu, sesekali secara sederhana, aku bertemu dua sejoli. Berupa pengalaman dan garis-garis waktu yang mengajarkanku beberapa hal.
Seperti halnya orang-orang datang dan pergi. Pengalaman mengikhtisar setiap kisah yang terjadi. Dan waktu berkuasa memilah mana yang pantas diingat dan mana yang sudi untuk dilupakan. Memahamkanku sedikit demi sedikit. Tentang setiap kehilangan, jatuh cinta, kasmaran, rindu, kehampaan, tujuan yang tak jelas, teman-teman yang absurd, makian-makian tak berfaedah, seluruh kegagalan, sedikit keberhasilan, ikatan tanggung jawab, tentang mereka yang dikhianati, yang merasa terkhianati, ujung-ujung ketakutan, perasaan memiliki, kegalauan, titik-titik kesedihan, rasa sakit, terluka, terpinggirkan, kilatan kekecewaan, putus asa, suka diam-diam, sebentuk perhatian mendalam, rasa kasih sayang, semuanya, perlahan-lahan aku mulai bisa merasakan bahwa itu adalah sebuah pengajaran yang diberi Tuhan untuk membentuk diriku. Demi apa? Aku tak tahu. Tapi pasti ada sesuatu di masa depan yang harus kuhadapi dengan seperangkat instrumen yang kurakit dari puing-puing hikmah kisah masa lalu.