“Anak-anak, ayo kita pindah ke lapangan belakang. Kita praktek main kasti,” ujar Hadi sembari menggulung net voli yang baru saja dilepas dari tiang.
Dengan malas-malasan, murid kelas 7F dan 7G berpindah ke lapangan belakang, membawa botol minum mereka. Hadi mendesah. Dia tahu sebagian murid kelas 7 tidak suka pelajaran PJOK. Namun dia tak punya pilihan lain. Hari ini adalah jadwal mereka berolahraga.
Diambilnya tongkat pemukul dan beberapa bola kasti di gudang. Kemudian diambilnya print-print-an modul PJOK, dan barulah dia melangkah ke gerbang sekolah.
“Pak Hadi, tunggu…!” panggil seorang murid dari kejauhan.
Segera setelah Hadi menoleh, si pemanggil menyodorkan sebuah dompet berwarna cokelat. “Dompetnya jatuh, Pak,” katanya.
Hadi mengambil dompet itu, dan memastikan tak ada yang hilang.
“Makasih, ya, Nak. Kamu kelas berapa?” tanyanya sembari memasukkan dompet ke dalam saku.
“Kelas 9G, Pak.”
“Oooh. Ya, sudah, kembali ke kelas, ya. Makasih, lho, soal tadi.”
“Iya, Pak. Bapak mau… ngajar?”
Hadi mengangguk.
“Semangat ngajarnya, ya, Pak. Jangan bosen-bosen ngajar PJOK. Nggak usah dipikirin kata anak-anak. Mereka kayak gitu karena nggak pernah ngerasain enaknya PJOK.”
Hadi tertawa, menepuk bahu murid tersebut. “Makasih sarannya, ya, Nak. Udah, balik ke kelas. Nanti dicari gurumu, lho.”