Besoknya, Hadi duduk di ruang guru dengan setumpuk kertas PR dari kelas 8C. Ia baru saja selesai mengajar praktek lari jarak pendek, dan kini waktunya menilai tugas teori yang dikumpulkan murid-murid.
Ia membuka lembar pertama.
Nama: Daffa
Judul tugas: “Bola Sebagai Sarana Olahraga Terbaik”
Hadi mengernyitkan dahi. “Wah, judulnya aja udah kayak skripsi mahasiswa,” gumamnya.
Ia membaca paragraf demi paragraf. Kalimatnya rapi, struktur logikanya jelas, dan referensinya lengkap. Bahkan ada kutipan yang diambil dari para olahragawan nasional.
“Ini karya anak kelas 8? Kok, kayak… ada yang beda?” Hadi mulai curiga. Ia lanjut ke lembar berikutnya.
Nama: Nayla.
Judul: “Peran PJOK dalam Pembentukan Karakter Disiplin”
Lagi-lagi, isi tugasnya sangat sistematis. Ada pembukaan, isi, dan penutup yang terstruktur. Bahkan ada footnote.
Hadi membuka lembar ketiga, keempat, kelima… semuanya hampir serupa. Bahasa formal, kalimat panjang, dan referensi yang tidak biasa.
“Ini bukan gaya nulis anak SMP,” pikirnya.
Ia menaruh kertas-kertas itu di meja, lalu membuka laptop. Ia mengetik satu paragraf dari tugas Daffa ke dalam sebuah situs pendeteksi AI writing. Hasilnya keluar dalam hitungan detik.
“Likely AI-generated.”