Pagi itu, langit Surabaya mendung. Hadi tiba di sekolah lebih awal dari biasanya. Ia memarkir motor, lalu berjalan menuju ruang guru sambil membawa map berisi modul ajar yang baru saja ia revisi semalam. Di lorong, ia berpapasan dengan Siti yang sedang membawa setumpuk kertas ulangan.
“Pagi, Pak Hadi,” sapa Siti.
“Pagi, Bu. Ulangan kelas berapa?”
“8D. Banyak yang nilainya anjlok.”
Hadi tersenyum tipis. “Mungkin mereka belum paham materinya.”
Siti mengangguk, lalu berlalu. Hadi melanjutkan langkahnya ke ruang guru, duduk di kursi pojok, membuka laptop, dan mulai mengecek jadwal hari itu. Hari ini, ia akan mengajar kelas 7I di jam pertama, lalu kelas 9B di jam ketiga. Sisanya, waktu kosong yang bisa ia pakai untuk menyusun laporan mingguan.
Bel masuk berbunyi. Murid-murid mulai masuk kelas. Suara langkah kaki memenuhi lorong, bercampur dengan tawa dan obrolan ringan. Hadi berdiri, mengambil peluit dan stopwatch, lalu berjalan menuju lapangan. Tapi sebelum sampai, ia mendengar suara gaduh dari lantai dua.
“Pak! Ada yang jatuh!” teriak seorang murid dari atas.
Hadi menoleh cepat. Matanya menatap ke satu arah. Tanpa pikir panjang, ia berlari mendekat.
Koridor lantai satu dipenuhi murid. Beberapa berkerumun di pinggir, sebagian berteriak panik. Di tengah kerumunan, seorang anak perempuan tergeletak di lantai, tubuhnya tertimpa pagar besi yang seharusnya menempel di dinding pembatas.
“Geser! Geser! Jangan berkerumun!” seru Hadi sambil berusaha mendekat.
Anak itu mengerang pelan. Kakinya terjepit, dan ada genangan kecil di sampingnya, memerah. Wajahnya pucat, napasnya tersengal.
Hadi memeriksa luka gadis itu. Ia tahu ini bukan cedera ringan. Luka terbuka, kemungkinan tulang retak. Ia menoleh ke arah murid-murid lain.
“Tolong panggilkan guru terdekat. Cepat!”
Beberapa murid berlari. Hadi mencoba mengangkat pagar besi itu, tapi terlalu berat. Ia mencari tongkat atau benda panjang untuk dijadikan tuas. Seorang murid menyerahkan sapu kayu.
“Terima kasih. Pegang ujungnya, bantu saya angkat.”
Dengan bantuan dua murid, Hadi berhasil menggeser pagar dari tubuh gadis itu. Anak itu meringis, tapi tetap sadar.
Tanpa ragu-ragu, Hadi mengangkat tubuh anak itu. Membawanya ke UKS.
“Halo, anak-anak PMR! Jangan menggosip terus!” teriak Hadi setelah mendudukkan gadis itu di atas salah satu ranjang.