Manusia biasa yang berani berpikir beda dapat mengubah dunia.
Aku paham. Tapi apa kau sepenuhnya yakin Daini kandidat yang tepat untuk peran ini?
Ya, dialah yang terbaik.
Tak adakah kandidat lain yang senegara, sedunia, bahkan sedimensi dengan “dia”?
Entahlah, tapi aku harus mulai dari yang terbaik dulu.
Daini pasti akan kacau di “dunia baru” itu.
Belum tentu. Aku akan membantunya.
Baiklah kalau begitu, Laksanakanlah sesuai keputusanmu. Ingat, masa depan dan alur sejarah Terra Everna ada di tanganmu.
Kadang, sejarah tercipta dari keputusan-keputusan gila.
==oOo==
Kota Malang, Indonesia
Zaman Modern, 2019 Masehi
Daini Natsir menyeruput Kopi Mandailing hangat nan manis sambil duduk santai. Ia mengerutkan dahi melihat kertas yang ia pegang tepat di hadapannya. Pada kepala surat tercantum nama sebuah Sekolah Menengah Atas, serta angka tinta merah di pojok kanan atas, yaitu sembilan puluh tujuh.
“Daini, we-fie yuk!” panggil Rita yang juga mengenakan seragam putih-abu-abu yang sama dengan Daini. “Ngapain kau pelototi kertas ulangan itu? Nilaimu ‘kan paling tinggi di kelas!”
Tatapa Daini masih lekat pada kertasnya. “Oh, aku penasaran itu salahnya pas di mananya. Mungkin kalau kukerjakan lagi soal yang jawabannya salah itu...”
“Wah, rajin banget sih kamu?” celetuk kawan kedua, Keira. “Ayo we-fie dulu, kerjakan itu nanti di rumah saja!”
“Oke deh.” Saat Daini mengucapkannya, Rita dan Keira sudah merapat di sisi kiri-kanan gadis manis berambut hitam panjang itu. Keira lantas mengulurkan tangan dan memotret dengan kamera selfie di sisi depan smartphone-nya. Rita juga melakukan hal yang sama dengan Keira. Hanya Daini saja yang merangkul kedua kawannya itu.
“Wow, fotonya bagus!” seru Keira.
Rita juga berkomentar, “Itu karena Daini merangkul aku dan Keira supaya kita bertiga kelihatan lebih natural.”