“Apa bagaimana?! Kalau Leslie sampai tersinggung...!”
Raja Henry mengambil napas, lalu berseru lagi, “Tuan Perdana Menteri, Cairns & Co. sangat penting bagi Lore! Mereka adalah penyumbang pajak terbesar!”
Perdana Menteri Lore, Stuart Branson menanggapinya, “Nah, karena itu, jangan sampai insiden senggol-menyenggol ini jadi keributan, apalagi terdengar telinga media!” Ia lantas berbalik dan berseru pada pembawa acara, “Akhiri dansanya! Tampilkan acara sulap sekarang juga!”
Sementara itu, musik Tango yang adalah pemuncak acara dansa berganti menjadi musik lamban dan lembut. Semua pasangan pedansa melakukan slow dance, kecuali Anne dan Leslie.
Penuh kemenangan karena berhasil membalas penghinaan Leslie, Anne mulai melangkah pergi. Ia hanya menoleh ke arah Leslie dengan ekspresi dingin, “Sudahlah, untuk apa kau tetap di sini? Pulang saja sana...!”
Anne terkesiap. Tampak Leslie tengah mengusap rambutnya sendiri. Pipi dan wajah pria itu memerah oleh rasa malu, heran dan bingung bercampur jadi satu. Dinding es gengsinya runtuh sudah, yang kini tampak adalah sisi lain Leslie yang ternyata agak polos dan rapuh, sisi lembut yang dipuja-puja oleh “Anne lama”.
Giliran Anne yang terheran-heran. Sikapnya itu, apakah karena terkejut, menduga aku bukan Anne yang selama ini ia kira ia kenal, atau sebenarnya tindakannya mempermalukanku dengan memutuskan pertunangan di depan umum bukan idenya sendiri? Apa iya Leslie sebenarnya bukan pria berjiwa kerdil? Ah, entahlah, yang pasti aku tetap tak sudi bertemu dengannya lagi.
Dengan amat mendadak, satu suara menggelegar, mengiringi kepulan asap tebal dari tengah lantai dansa. Pikiran Anne jadi buyar, membuatnya terbelalak di depan Leslie dan menoleh ke arah “ledakan” itu.
Lepas dari tatapan tajam Anne, Leslie berjalan cepat meninggalkan lantai dansa.
Kembali pada Anne, ia jelas was-was terhadap gejala yang terjadi. Sekilas, peringatan Arcel tentang usaha pembunuhan terhadap dirinya kembali terlintas dalam benaknya.
Di tengah lantai dansa, ternyata asap tadi bukan ledakan ala serangan teroris. Gantinya, seorang pria muncul dari tengah asap yang perlahan menipis. Ia mengenakan jas biru berlapis jubah ungu, serta topi tinggi ungu. Yang paling mencolok dari penampilannya adalah topeng putih yang menutupi separuh wajahnya, serta sepasang mata yang berbola merah menyala.
Terdengarlah sambutan pembawa acara, “Inilah dia Sang Ilusionis, Vittorio Spaldini! Mari, saksikanlah dengan takjub!”
Wajah Spaldini berkumis pendek tepat di bawah hidung, jadi ia agak mirip komedian klasik legendaris Bumi, Charlie Chaplin. Menyadari hal itu, Anne yang adalah titisan Daini yang berasal dari dunia yang sama dengan Chaplin jadi ternganga campur geli. Bukannya melucu seperti dalam film-film bisu yang dibintanginya, si Chaplin ala Everna mempertunjukkan atraksi-atraksi sulap yang luar biasa.
Pertama, Spaldini mengeluarkan rangkaian sapu tangan kecil warna-warni berbentuk segitiga yang terkait pada tiga utas tali. Anehnya, itu semua keluar bukan dari topinya, melainkan dari mulut dan kedua lubang telinganya. Aksi ini disambut tepuk-tangan riuh dari para penonton, termasuk Permaisuri Mathilda.
Selanjutnya, Sang Ilusionis mengulurkan topinya ke satu sisi, lalu merapal mantra, “Vare Avian Aschi!” Alhasil, lima ekor merpati putih beterbangan keluar dari topi itu.
Bedanya dengan sulap biasa, burung-burung itu terbang dengan amat rapi nan indah, mengikuti lambaian tangan Spaldini yang tak memegang topi. Mereka terbang membentuk pola angka delapan, lalu melayang membentuk formasi-formasi di udara. Tak ayal, kali ini bahkan sang Raja yang sedang emosi pun bertepuk tangan dan berdecak kagum.
Tak berhenti di sana, Spaldini kembali melambaikan tangan ke arah topinya. Kelima merpati sontak patuh, terbang berbaris teratur dan kembali memasuki topi ajaib itu.