Anne terperangah. Rasanya ia baru saja melihat hantu atau dokter memvonisnya menderita penyakit kritis. Gawat!
Lebih gawatnya lagi, Trevor melihat gelagat Anne itu.
Anehnya, tatapan tajam si psikiater muda berganti senyum akrab, seakan ia baru mengenali sahabat lama. “Tenang saja, Tuan Putri. Hamba lebih percaya pada sains daripada pemikiran klenik macam itu,” ujar Trevor Branson.
Ekspresi tegang di wajah Anne mengendur seketika, berganti senyum lugu. “Haha, iya ya...” Padahal hatinya berkata, Fiuh, nyaris saja!
Trevor menghela napas dan mengangkat pundak. “Yah, apa boleh buat. Mentalmu sehat-sehat saja, selain ingatan yang hilang permanen dan perubahan sifat yang ekstrim, harusnya tak ada masalah. Yang bisa kita lakukan untuk kasusmu ini hanyalah sesi terapi yang intensif.”
Mata Anne terbelalak. “In... ten... sif?” Ia terbata-bata. Rasanya bagai keluar dari mulut harimau dan masuk mulut buaya. Sesaat terbayang wajah keras Bu Coltham, pengasuh Anne saat mengucapkan kata yang sama.
Hari-hari penuh penderitaan akan terulang lagi.
==oOo==
Di luar dugaan Anne, “terapi intensif” ala Trevor ternyata amat santai dan menyenangkan.
Putri Anne dan Trevor melewati sesi pertama dengan jalan-jalan dan duduk-duduk dalam taman bunga Istana Marlham. Yang dibicarakan Trevor melulu adalah tentang masa kecil Anne dan kebersamaan mereka sebagai sahabat sepermainan.
“Begini lho, dulu kamu itu suka bla, bla...” papar Trevor.
Anne menanggapinya, “Haha, ah, masa sih?”
Pada pertemuan terapi berikutnya, Anne duduk di ayunan kesukaan Anne asli di taman bunga istana. Trevor mengayun ayunannya dengan lembut sambil bercerita lagi tentang masa kecil Sang Putri. Anne selalu menanggapinya dengan tawa renyah, sambil berusaha agar tak terkesan sok tahu, apalagi sok teringat sesuatu.
Tepat di hari itu, Arcel Raine datang diam-diam untuk menunaikan tugasnya sebagai pengawal rahasia Anne. Saat tengah mengintai dari jauh dengan teropong mini sebesar pena yang bisa memanjang, ia terkejut melihat Anne tampak sangat akrab dan dekat dengan Trevor.
Kurang-lebih dua minggu kemudian, Anne dan Trevor malah sudah bergandengan tangan saat berduaan dalam sesi terapi. Kebetulan Arcel melihat itu dari puncak pohon.
Dasar ceroboh! pikir Arcel geram. Lihat pria mulus sedikit, dia langsung suka! Dasar Daini, itulah persamaan antara dia dan Anne asli. Percaya penuh pada pria manapun yang tampan dan tahu banyak tentang dirinya! Tidakkah ia sadar, itu kelemahan fatal penyebab tewasnya Anne asli! Jangan sampai...!
Tiba-tiba Arcel membenturkan kepalan tangan dengan telapak tangan satunya. Wajah murungnya jadi cerah. Aha, ada akal. Kalau tak salah ada lowongan kerja di istana ini yang bisa kuiisi. Dengan begitu aku jadi bakal lebih leluasa bicara empat mata dengan Anne tanpa dianggu si gorila pengasuh dan psikiater pesolek itu.
Di hari lain, saat makan siang pun Anne dan Trevor bercanda lepas. Melihat kedua muda-mudi ini terlalu akrab, Bu Coltham jadi meradang. “Tuan Putri, Dokter Trevor, mohon jaga sikap Anda berdua!” tegurnya.
Setelah makan siang, “terapi intensif” hari itu harus berakhir. Trevor minta diri dengan mencium tangan Anne dengan amat sopan. “Terima kasih untuk kerjasama Anda, Tuan Putri. Sampai jumpa minggu depan.”
Anne mendadak berbisik di telinga Trevor, “Mengapa tidak tiap hari saja?”