Berkunjung di Toko Roti dan Kue Raine’s Deli, Putri Anne ternganga. Suasana dalam toko yang penuh hiasan warna-warni di depan dinding putih membuat pengunjung seakan-akan sedang meniti pelangi dalam awan.
Tak hanya itu, nama “Raine” di toko itu jelas-jelas membuatnya teringat pada Arcel Raine. Apakah toko ini punya hubungan erat dengan si musafir, sekadar kebetulan namanya sama saja, pemiliknya sengaja memilih nama itu untuk memperingati jasa-jasa Arcel sebagai pahlawan, atau itu toko milik Arcel sendiri?
Anne lantas melihat-lihat pelbagai kue dan roti warna-warni yang menebarkan wangi gurih semerbak, menerbitkan selera. Bentuk roti-roti itu bervariasi. Ada yang bulat biasa, ada pula yang bulat lonjong. Ada roti kotak dengan selai stroberi atau blueberry yang terkumpul di tengah-tengahnya. Ada juga roti berbentuk bulan sabit yang disebut croissant. Semua itu cukup dikenal Anne, bahkan sejak ia masih menjadi Daini dulu, di dunia yang berbeda.
Melihat gelagat Anne, Trevor lantas mendekatkan wajahnya pada wajah kekasihnya dan menyela, “Ingatkah kau, Tuan Putri? Kau sering membeli dan makan roti dari toko ini waktu kecil dulu. Mari kubelikan semua jenis roti di sini, siapa tahu ada kenangan yang kembali setelah kau mencicipi salah satunya.”
Anne hanya mengangguk sambil menyeka keringat dinginnya yang menetes. Ia tak mau si psikiater sampai membaca raut wajahnya, yang seolah-olah berkata kenangan masa kecil itu tak akan pernah kembali karena “Anne asli” sudah ada di alam baka.
Untunglah seorang gadis berparas manis, mengenakan kaca mata lensa bulat, berambut pendek mengembang berwarna putih bersemu pink menyambut Trevor dan Anne. “Selamat datang di Raine’s Deli,” katanya. “Saya Emily Raine, siap membantu...”
Tiba-tiba Emily tercekat, matanya terbelalak begitu ia melihat Anne. “A-astaga! P-Putri Anne? Dan ini... Trevor, ya?”
“Halo, Emily. Sudah lama sekali tidak jumpa, ya,” ujar Trevor.
Sebaliknya, Anne agak sedikit canggung. “Eh, oh iya. Halo. Apa benar aku sering bertemu denganmu di sini, eh... Emily?”
“Wah, Tuan Putri lupa ya. Terakhir kali Tuan Putri ke tokoku ini bersama Trevor adalah sebelum Trevor pindah dari Alceste untuk kuliah Psikologi di Universitas Varestine,” papar si gadis kaca mata sambil mengerutkan dahi. “Seharusnya tak lupa sampai parah begini, apa jangan-jangan Tuan Putri...”
“... menderita amnesia,” sambung Trevor. “Kau pasti sudah tahu berita tentang kecelakaan Putri Anne lewat surat kabar, bukan?”
Emily mengangguk. “Iya. Tapi berita terakhir tentang insiden penembakan oleh sniper itu membuatku curiga. Jangan-jangan... ‘kecelakaan’ jatuh dari pohon yang membuat Tuan Putri sempat putus napas itu juga adalah percobaan pembunuhan.”
Wajah Anne jadi pucat pasi mendengar kalimat terakhir Emily. Siapa pun pasti trauma setelah mengalami percobaan pembunuhan. Apalagi sebenarnya telah terjadi tiga kali percobaan, lebih banyak daripada yang sempat diberitakan di media massa.