Dalam keremangan, saat bulan sabit menggantung di atas kota besar nan padat bernama Alceste, Distrik Niaga yang waktu siang hari menjadi distrik teramai kini relatif sepi, sunyi-senyap. Yang berkegiatan biasanya adalah para karyawan yang mengambil lembur di kantor masing-masing, juga hewan-hewan yang lebih aktif di malam hari daripada di siang hari.
Salah satu dari mereka yang aktif adalah si kucing siluman berbulu putih. Walaupun tengah terluka, ia tetap dengan lincahnya melompat dari atap ke atap gedung bertingkat.
Saat tiba di atap salah satu gedung yang tampaknya telah lama ditinggalkan, si kucing masuk lewat jendela lantai paling atas, yaitu lantai sembilan. Bagian dalam gedung itu tampak amat kumuh, cat dindingnya sudah kusam dan banyak yang mengelupas.
Si kucing lantas berjalan menyusuri koridor dengan lantai yang sudah reot dan berlubang-lubang, menuruni tangga sampai ke lantai tujuh. Ia memasuki salah satu ruangan tak berjendela.
Saat kaki-kaki bercakarnya mulai melangkah dalam ruangan, langkah si kucing terhenti oleh suara pria. “Berhenti. Beraninya kau masuk tanpa permisi, mengganggu pertemuan kami.”
Si kucing putih hampir seketika berubah wujud jadi seorang wanita berambut merah marun. Dalam keremangan ruangan yang hanya diterangi lilin, wajah cantiknya masih dapat dikenali.
Ia adalah Bianca Jask.
“Maaf, tapi aku harus menyampaikan laporan amat penting pada Ketua,” ujar Bianca.
Pria yang menegur Bianca mendekatkan diri pada lilin di depannya. Barulah tampak wajah Vittorio Spaldini, si pesulap. Spaldini menghardik, “Tetap saja, kau harus tahu sopan-santun. Katakanah kedatanganmu di pintu masuk, lalu...”
Suara seorang pria lain memotong ocehan Spaldini. “Kalau dia melakukan itu, pertemuan ini tak akan jadi rahasia lagi. Kau juga jaga suaramu, Spaldini. Bahkan di waktu sepi seperti ini mungkin ada sesama musafir antar ranah yang mendengarkan kita.”
Spaldini menyurut mundur tanpa bicara lagi.
Si pria bertudung amat misterius tak maju ke depan lilin. Sosoknya tak terlihat jelas karena ia berdiri di sudut paling gelap di ruangan itu. “Silakan, sampaikan laporanmu,” katanya.
Bianca melayangkan pandangannya ke sekeliling, melihat sosok seorang wanita bertudung dan seorang pria bertopi koboi. Setelah yakin hanya ada lima orang saja, ia baru bicara.
Dengan rinci dan tak bertele-tele, Bianca menjelaskan tentang Anne yang keluar dari tempat aman, yaitu istana dan percobaan pembunuhan yang ia lakukan di kali kedua, namun gagal. Padahal Bianca sudah berhasil di kali pertama, tapi campur tangan Vadis lewat kekuatan musafir membuat Anne seolah-olah bangkit dari kematian.
Untuk mengamankan diri, Bianca sengaja tak bercerita tentang pengejaran Arcel sampai ke Gedung Cairns & Co., apalagi tentang pidato Anne dan salinannya yang ia bawa ke istana.
Setelah mendengarkan seluruh laporan Bianca, sang ketua bicara dengan suara halus, “Bagaimana dengan luka-lukamu kini?”
Bianca menjawab, “Hampir pulih seluruhnya, Tuanku. Kaum animagus sepertiku punya daya penyembuhan yang luar biasa.”
“Baiklah kalau begitu.” Sang ketua mengangguk. “Informasi Bianca ini sungguh berharga. Momentum untuk bergerak menangani misi utama kita di sini telah tiba. Biarpun sangkarnya terbuat dari emas, bila pintu sangkar terbuka, burung di dalamnya yang bernama Anne pasti akan terbang keluar. Saat itulah para kucing, yaitu kita, mulai beraksi lagi.”
“Tapi itu tak akan mudah, mengingat ada seorang musafir dari pihak Alistair Kane yang ikut campur,” kata Spaldini. “Dia mungkin hanya sendirian karena bisa dengan sigap berada di dekat Putri Anne saat Robert beraksi, bukankah begitu, Robert?”
Si topi koboi, Robert Chandler mengiyakan. “Ditinjau dari caranya menyerang Bianca Jask, aku yakin orang yang menembakku dengan sinar jingga adalah musafir yang sama dengan yang telah menggagalkan sulap ‘Peti Kematian’ Spaldini.”