Sekeras apa pun usaha Henry Oswald Galford untuk menjaga wibawanya sebagai Raja Lore, ia tetap seorang manusia biasa.
Apalagi sebagai seorang ayah yang sedang tak tahu tentang keberadaan putrinya, tak ayal Henry duduk bermuram durja di sofa amat mewah ruang duduk Istana Marlham, sambil mengurut dahinya yang berdenyut-denyut.
Padahal baru kemarin malam Putri Anne lolos dari terjangan peluru aktor pemeran Robert Chandler lalu meninggalkan gedung opera bersama dayang pribadinya, Chloe Hewitt dan pengawal pribadinya, Arcel Raine, dan tak kembali ke istana sejak itu.
Tentu saja Raja mengerahkan seluruh jajaran kepolisian Kota Alceste untuk mencari putri semata wayangnya. Namun, setelah melakukan pencarian sepanjang malam hingga detik ini, tak ada titik terang sama sekali tentang keberadaan Anne, Arcel atau Chloe.
Kemungkinan besar itu terjadi karena ketiga orang dalam pencarian itu langsung bersembunyi di satu tempat, bukan malah berkeliling kota mencari rumah yang sudi menampung mereka.
Satu-satunya petunjuk, entah apakah itu berhubungan dengan Anne atau tidak, adalah berita penemuan jenazah seorang pesulap di tengah taman kota. Dilihat dari bekas-bekas selongsong peluru dari pistol di dekat jenazah, ada kesan pesulap itu sempat terlibat dalam baku tembak dengan seseorang dan tewas. Atau ia sengaja menembaki dirinya sendiri karena frustrasi.
Karena Spaldini pernah tampil di pesta dansa istana di hadapan Raja, Henry yang masih ingat pada aksinya pada Anne mencoba mencari hubungan antara kematian Spaldini dengan nasib Anne. Namun, kurang lengkapnya bukti yang ada membuat pemimpin tertinggi Lore yang tak terlalu cerdas itu tak dapat berasumsi lebih jauh. Ia tak menemukan keterkaitan, apalagi petunjuk tentang keberadaan Anne dari kasus Spaldini, dan itu membuatnya makin pusing tujuh keliling.
Permaisuri Mathilda memasuki ruang duduk dan menempati sofa pendek di sebelah suaminya. “Jangan terlalu dipikirkan, Henry. Serahkan saja segala urusan pencarian Anne pada pihak yang berwajib,” kata wanita berusia awal empat puluhan itu sambil pasang wajah kuatir.
“Biasanya ada Bu Coltham. Tapi yang lebih tahu tentang putri kita sekarang justru adalah dayangmu, Chloe dan pengawal pribadi merangkap tutornya, Marcel. Dan keduanya menghilang bersama Anne. Bagaimana jika mereka berdua ternyata bersekongkol untuk menculik Putri Raja?”
“Kalau memang begitu, Trevor pasti tidak akan tinggal diam dan akan mengikuti Anne ke mana pun kekasihnya pergi,” kata Mathilda sambil membelai rambut ikal pasangannya.
“Oh ya. Aku jadi lupa pada anak muda itu. Apa kau tahu di mana dia sekarang?”
“Menurut kabar dari Stuart, Trevor sedang terbaring lemas di rumahnya setelah menjalani pemeriksaan dan menjawab banyak pertanyaan dari polisi, sehingga ia tak bisa datang melapor dan menjelaskan duduk perkaranya pada Istana.”
“Kalau begitu, nanti saja kita tanyakan lebih jelas pada Trevor setelah ia sehat kembali. Sementara itu, kita bisa meminta salinan laporan pemeriksaan kepolisian sambil menunggu perkembangan selanjutnya,” kata Henry.
Sang Raja menghela napas. “Menunggu. Aku benci menunggu. Aku tak akan bisa tenang hingga aku mendapatkan kepastian bahwa putri kita baik-baik saja.”
Pasangan suami istri itu lantas tercenung dalam diam.
Tak lama kemudian, seorang dayang istana memasuki ruang duduk. Wanita itu membawa sebuah bungkusan besar yang diikat cukup rapi.
“Yang Mulia Raja dan Permaisuri,” lapor si dayang. “Ada barang kiriman yang ditinggal begitu saja dalam pos jaga di gerbang depan istana. Pengirimnya tak jelas, satu-satunya petunjuk hanya inisial ‘A.I.U.G.’ yang tertulis di bungkusannya.”
Henry dan Mathilda tersentak. Itu inisial nama lengkap putri mereka, Anne Immaculata Ulrisse Galford.