Hari demi hari berlalu di Raine’s Deli.
Sejak menyaksikan Arcel Raine pulang ke rumah masa kecilnya dalam kondisi kembali terluka dan dipapah oleh Chloe, Anne mau tak mau tercenung dan berpikir keras.
Sempat Anne ragu, apakah keputusannya untuk bersembunyi di Raine’s Deli tepat atau tidak. Meskipun sampai detik ini tak ada ancaman langsung, apalagi percobaan pembunuhan lagi terhadap dirinya, ada faktor-faktor lain yang membuatnya masih gelisah.
Salah satu kesulitan itu adalah penampilan Arcel dan Chloe yang terlalu mencolok. Chloe masih bisa menyamar, bahkan kini mengubah warna rambut hijaunya menjadi ungu untuk sementara dengan sihir.
Namun titik lemah utama terletak pada Arcel yang terlalu awet muda, secara permanen pula. Apalagi si musafir sakti dengan amat keras kepala menolak menyamarkan tanda rajah mirif huruf “T” hitam di pipi dekat matanya. Walaupun alasannya cukup masuk akal, yaitu agar ia selalu ingat masa lalunya yang kelam dan penuh duka di Ishmina, tetap saja rajah itu membuat Arcel jadi sulit untuk menyamar tanpa menutup wajah.
Bagaimana jika ada musuh yang mengenali Arcel, Chloe atau keduanya dan memutuskan untuk menguntit mereka ke Raine’s Deli? Untunglah musuh tangguh, entah siapa itu yang dihadapi oleh Arcel baru-baru ini memiliki sifat amat ksatria, memegang teguh tiap kata yang telah dilontarkan, pantang menjilat ludah sendiri.
Namun bagaimana jika musuh itu diam-diam telah menguntit Arcel dan Chloe, mengenali toko roti tempat persembunyian Anne dan sedang mencari kesempatan yang tepat untuk bertindak?
Walau bagaimana pun juga, fakta telah bicara. Sudah kira-kira satu bulan berlalu sejak pertarungan terakhir Arcel, dan syukurlah tak ada insiden atau penyerangan di Raine’s Deli atau di mana pun terhadap Anne. Untuk sementara Anne bisa bernpas lega.
Tinggal satu hal yang paling membuat Anne kuatir. Walaupun ia hanya menggunakan riasan tipis saja saat melayani tamu toko, kecantikan alaminya membuat orang-orang yang mengenal Anne di Istana tak akan terlalu kesulitan mengenali “Daini” sebagai Tuan Putri yang menghilang.
Pernah satu kali ada seorang wanita petugas dapur istana yang membeli Roti Musafir di Raine’s Deli. Ia sempat terkejut melihat wajah Anne dan bertanya, “Maaf, sepertinya aku mengenalmu di suatu tempat. Apakah kau baru bekerja di sini? Jangan-jangan...!”
Untung Anne cepat-cepat memotong, “Ya, aku belum lama di sini. Tapi Ibu pasti salah kenal, karena aku pendatang dari desa dan namaku adalah Daini.”
“Oh, maaf kalau begitu. Ibu kira kau Tuan Putri Anne dari Istana Marlham. Mata, wajah dan suaramu amat mirip dengannya.”
Anne pura-pura terkejut. “Benarkah? Pantas saja toko roti ini tambah ramai sejak aku bekerja di sini, itu kata pemiliknya, lho. Padahal aku hanya gadis desa pendatang yang belum tahu apa-apa.”
“Haha, tapi sepertinya kau punya bakat bicara,” ujar si petugas dapur. “Tinggal baca lebih banyak buku dan mengikuti pelajaran tata krama, dan kau bisa tinggal di istana untuk menggantikan Putri Anne untuk sementara hingga dia kembali pulang.”
Wajah Anne jadi berkeringat dingin. “Kurasa lebih baik aku di sini saja. Kudengar pelajaran tata krama istana amat menjemukan. Kurasa aku tak akan betah di sana.”
Si wanita separuh baya hanya bisa menggeleng, menyayangkan keputusan Anne yang terburu-buru dengan alasan yang kurang kuat, lalu berterima kasih untuk rotinya dan pergi dari toko roti.
Tinggal Anne yang mengurut dada dan menghela napas lega.
==oOo==